Diklat Penguatan Kepala Sekolah di LPMP, 9-15 Ags.2011


Materi Pelatihan Penguatan Kemampuan
Kepala Sekolah

SAMBUTAN
KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
Dalam rangka pelaksanaan program penguatan kemampuan kepala sekolah yang merupakan amanat Inpres No 1 tahun 2010, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (Badan PSDMP dan PMP) telah menyusun materi pelatihan untuk penguatan kemampuan kepala sekolah. Pengembangan materi tersebut telah mengacu pada standar kepala sekolah/madrasah sebagaimana diatur dalam Permendiknas No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Saya memberikan penghargaan yang tinggi kepada Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan atas dihasilkannya materi penguatan kemampuan kepala sekolah dalam rangka meningkatkan kompetensi kepala sekolah.
Materi pelatihan ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi individu kepala sekolah dan lembaga yang terkait dalam penguatan kemampuan kepala sekolah di propinsi dan kabupaten/kota. Berbagai pihak yang ingin berkontribusi terhadap program penguatan kepala sekolah dapat memperkaya dengan berbagai referensi dan khasanah bacaan lainnya untuk mewujudkan kepala sekolah yang profesional dan akuntabel.
Semoga semua usaha kita untuk penguatan kemampuan kepala sekolah sesuai dengan standar kepala sekolah sebagaimana diamanahkan dalam Permendiknas No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah dapat diwujudkan sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolahnya dan menghasilkan lulusan yang cerdas, kreatif, inovatif, berpikir kritis, cakap menyelesaikan masalah, dan bernaluri kewirausahaan.
Jakarta, Maret 2011
Kepala Badan PSDMP dan PMP

Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd
NIP.196202031987031002

KATA PENGANTAR

Materi pelatihan yang telah disusun merupakan bagian dari rencana pelaksanaan program penguatan kepala sekolah, program kedua dari delapan program 100 hari Mendiknas. Program penguatan kemampuan kepala sekolah sangat penting mengingat peran strategis kepala sekolah di dalam proses peningkatan mutu pendidikan.
Kepala sekolah mempunyai tugas yang sangat penting di dalam mendorong guru untuk melakukan proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan berpikir kritis, kreatif, inovatif, cakap menyelesaikan masalah, dan bernaluri kewirausahaan bagi siswa sebagai produk suatu sistem pendidikan. Materi pelatihan ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi peningkatan kompetensi kepala sekolah sesuai yang diamanahkan Permendiknas No 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.
Kami menyadari bahwa materi pelatihan ini masih jauh dari sempurna. Namun kami perlu menyampaikan penghargaan kepada tim penyusun yang telah berusaha dan berhasil menyiapkan materi pelatihan yang dapat dijadikan bahan bacaan bagi usaha peningkatan kompetensi kepala sekolah. Berbagai pihak yang terkait dengan penguatan kemampuan kepala sekolah dapat memperkaya dengan materi yang lain sepanjang mencapai tujuan yang sama yaitu meningkatkan kompetensi kepala sekolah sesuai dengan Permendiknas No 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.
Semoga materi pelatihan ini bermanfaat bagi usaha penguatan kemampuan kepala sekolah di seluruh kabupaten/kota di Indonesia.
Jakarta, Maret 2011
Kepala Pusat Pengembangan
Tenaga Kependidikan

Dr. Abi Sujak
NIP. 19621011 198601 1 001
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah menyatakan bahwa seorang kepala sekolah/madrasah harus memiliki lima dimensi kompetensi minimal yaitu kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Untuk mencapai lima kompetensi tersebut, lima materi pelatihan telah disusun yaitu: (1) Manajemen Berbasis Sekolah/MBS, (2) Kepemimpinan Pembelajaran, (3) Kewirausahaan, (4) Supervisi Akademik, dan (5) Penelitian Tindakan Sekolah.
B. Kompetensi yang Diharapkan
Setelah mengikuti serangkaian kegiatan belajar MBS, peserta penguatan kepala sekolah diharapkan memiliki kompetensi-kompetensi berikut:memahami konsep MBS, mengidentifikasi tahap-tahap pelaksanaan MBS, menerapkan tata kelola yang baik dalam MBS, danmelaksanakan monitoring dan evaluasi MBS.
C. Ruang Lingkup Materi
Untuk mencapai empat kompetensi MBS terdapat empat bahan pelatihan (kegiatan belajar), yaitu: Konsep MBS; Pelaksanaan MBS;Tata Kelola yang Baik; dan Monitoring dan Evaluasi.
D. Langkah-langkah Pembelajaran
Materi pelatihan ini dirancang untuk dipelajari oleh kepala sekolah/madrasah dalam pelatihan. Oleh karena itu langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mempelajari materi pelatihan ini mencakup aktivitas individual dan kelompok. Aktivitas individual meliputi: (1) membaca materi pelatihan, (2) melakukan latihan/mengerjakan tugas, menyelesaikan masalah/kasus pada setiap kegiatan belajar, (3) membuat rangkuman, dan (4) melakukan refleksi. Sedangkan aktivitas kelompok meliputi: (1) mendiskusikan materi pelatihan, (2) bertukar pengalaman (sharing) dalam melakukan latihan menyelesaikan masalah/kasus, dan (3) membuat rangkuman. Langkah-langkah pembelajaran dapat digambarkan seperti berikut.

Gambar : Langkah-langkah Kegiatan Pelatihan

KEGIATAN BELAJAR 1
KONSEP MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Bacalah materi di bawah ini dengan cermat!
A. Pengantar
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah masih rendahnya mutu pendidikan. Berbagai upaya telah dan sedang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan delapan standar nasional pendidikan, alokasi dana pendidikan minimal 20% APBN dan APBD, sertifikasi pendidik beserta tunjangan profesinya, penerapan ujian nasional, peningkatan partisipasi masyarakat dalam pendidikan, dan sejumlah terobosan baru berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
B. Materi Pokok
Pada bagian ini akan diuraikan seperlunya mengenai topik-topik berikut: (1) pola baru manajemen pendidikan masa depan, (2) arti MBS, (3) tujuan MBS, (4) karakteristik MBS, dan (5) urusan-urusan yang menjadi kewenangan dan tanggungjawab sekolah.
1. Pola Baru Manajemen Pendidikan Masa Depan
Bukti-bukti empirik lemahnya pola lama manajemen pendidikan nasional dan digulirkannya otonomi daerah telah mendorong dilakukannya penyesuaian dari pola lama manajemen pendidikan menuju pola baru.

Tabel Dimensi-Dimensi Perubahan Pola Manajemen Pendidikan
Pola Lama Menuju Pola Baru
Subordinasi  Otonomi
Pengambilan keputusan terpusat  Pengambilan keputusan partisipatif
Ruang gerak kaku  Ruang gerak luwes
Pendekatan birokratik  Pendekatan professional
Sentralistik  Desentralistik
Diatur  Motivasi diri
Overregulasi  Deregulasi
Mengontrol  Mempengaruhi
Mengarahkan  Memfasilitasi
Menghindari resiko  Mengelola resiko
Gunakan uang semuanya  Gunakan uang seefisien mungkin
Individual yang cerdas  Teamwork yang cerdas
Informasi terpribadi  Informasi terbagi
Pendelegasian  Pemberdayaan
Organisasi herarkis  Organisasi datar

2. Arti MBS
MBS dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi, dan keluwesan (fleksibilitas) yang lebih besar kepada sekolah, dan mendorongpartisipasiaktif langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku (Anonim, 2007).

3. Tujuan MBS
MBS bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola sekolah yang baik yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Peningkatan kinerja sekolah yang dimaksud meliputi peningkatan kualitas, efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan inovasi pendidikan.Prinsip MBS menurut PP 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, pasal 54 adalah mandiri, efisien, efektif, dan akuntabel.
4. Karakteristik MBS
MBS memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya.Pendekatan sistem yaitu input-proses-outputdigunakan sebagai panduan dalam menguraikan karakteristik MBS.
a. Output yang Diharapkan
Sekolah memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu prestasi akademik (academic achievement) dan prestasi non-akademik (non-academic achievement).
b. Proses
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki 15 karakteristik proses sebagai berikut.
(1) Proses Pembelajaran yang Efektivitasnya Tinggi
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki efektivitas proses pembelajaran yang tinggi. Ini ditunjukkan oleh sifat proses pembelajaran yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik. Proses pembelajaran yang efektif juga lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).

(2) Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Kuat
Kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah.
(3) Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib
Sekolah memiliki lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan nyaman (enjoyable learning).
Pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja sehingga sampai pada imbal jasa, merupakan garapan penting bagi seorang kepala sekolah.
(4) Sekolah Memiliki Budaya Mutu
Budaya mutu memiliki elemen-elemen sebagai berikut: (a) informasi kualitas harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk mengadili/mengontrol orang; (b) kewenangan harus sebatas tanggungjawab; (c) hasil harus diikuti penghargaan (rewards) atau sanksi (punishment); (d) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus merupakan basis untuk kerjasama; (e) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya; (f) atmosfir keadilan (fairness) harus ditanamkan; (g) imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaannya; dan (h) warga sekolah merasa memiliki sekolah.
(5) Sekolah Memiliki “Teamwork” yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis
Budaya kerjasama antar fungsi dalam sekolah, antar individu dalam sekolah, harus merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga sekolah.
(6) Sekolah Memiliki Kewenangan
Sekolah memiliki kewenangan
untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan.
(7) Partisipasi yang Tinggi dari Warga Sekolah dan Masyarakat
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya.
(8) Sekolah Memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
Keterbukaan ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagainya, yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol.
(9) Sekolah Memiliki Kemauan untuk Berubah (psikologis dan Fisik)
Perubahan harus merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi semua warga sekolah. Perubahan merupakan peningkatan, baik bersifat fisik maupun psikologis.Hasil perubahan diharapkan lebih baik dari sebelumnya.
(10)Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan
Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses pembelajaran di sekolah.
(11) Sekolah Responsif dan Antisipatif terhadap Kebutuhan
Sekolah selalu tanggap (responsif) terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu, serta mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin bakal terjadi.
(12) Memiliki Komunikasi yang Baik
Sekolah yang efektif umumnya memiliki komunikasi yang baik, terutama antar warga sekolah, dan antar sekolah dan masyarakat, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing warga sekolah dapat diketahui.
(13) Sekolah Memiliki Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk laporan prestasi yang dicapai dan dilaporkan kepada pemerintah, orangtua siswa, dan masyarakat.
(14) Manajemen Lingkungan Hidup Sekolah Bagus
Sekolah efektif melaksanakan manajemen lingkungan hidup sekolah secara efektif. Sekolah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran warga sekolah tentang nilai-nilai lingkungan hidup dan mampu mengubah perilaku dan sikap warga sekolah untuk menuju lingkungan hidup yang sehat.
(15) Sekolah memiliki Kemampuan Menjaga Sustainabilitas
Sekolah yang efektif juga memiliki kemampuan untuk menjaga kelangsungan hidupnya (sustainabilitasnya) baik dalam program maupun pendanaannya.
c. Input Pendidikan
(1) Memiliki Kebijakan, Tujuan, dan Sasaran Mutu yang
Jelas
Secara formal, sekolah menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan kebijakan, tujuan, dan sasaran sekolah yang berkaitan dengan mutu. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut dinyatakan oleh kepala sekolah. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut disosialisasikan kepada semua warga sekolah, sehingga tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga sampai pada kepemilikan karakter mutu oleh warga sekolah.
(2) Sumberdaya Tersedia dan Siap
Sumberdaya merupakan input penting yang diperlukan untuk berlangsungnya proses pendidikan di sekolah. Sumberdaya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan, dan sebagainya).
Secara umum, sekolah yang menerapkan MBS harus memiliki tingkat kesiapan sumberdaya yang memadai untuk menjalankan proses pendidikan. Oleh sebab itu, diperlukan kepala sekolah yang mampu memobilasi sumberdaya yang ada di sekitarnya.
(3) Staf yang Kompeten dan Berdedikasi Tinggi
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki staf yang mampu (kompeten) dan berdedikasi tinggi terhadap sekolahnya.
(4) Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi
Sekolah yang menerapkan MBS mempunyai dorongan dan harapan yang tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan sekolahnya. Harapan tinggi dari kepala sekolah, guru, dan peserta didik di sekolah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sekolah selalu dinamis untuk selalu menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya.
(5) Fokus pada Pelanggan (Khususnya Siswa)
Pelanggan, terutama siswa, harus merupakan fokus dari semua kegiatan sekolah.
(6) Input Manajemen
Kelengkapan dan kejelasan input manajemen akan membantu kepala sekolah mengelola sekolahnya dengan efektif. Input manajemen yang dimaksud meliputi: tugas yang jelas, rencana yang rinci dan sistematis, program yang mendukung bagi pelaksanaan rencana, ketentuan-ketentuan (aturan main) yang jelas.
5. Urusan-urusan yang Menjadi Kewenangan dan Tanggung Jawab Sekolah

Desentralisasi urusan-urusan pendidikan di sekolah tidak semua urusan dilimpahkan ke sekolah, tetapi sebagian urusan masih merupakan kewenangan dan tanggungjawab Pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan sebagian urusan lainnya diserahkan ke sekolah. Urusan-urusan pendidikan yang sebagian menjadi kewenangan dan tanggungjawab sekolah, yaitu: (1) proses belajar mengajar, (2) perencanaan dan evaluasi program sekolah, (3) pengelolaan kurikulum, (4) pengelolaan ketenagaan, (5) pengelolaan peralatan dan perlengkapan, (6) pengelolaan keuangan, (7) pelayanan siswa, (8) hubungan sekolah-masyarakat, dan (9) pengelolaan kultur sekolah.
(1)Pengelolaan Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar merupakan kegiatan utama sekolah. Secara umum, strategi/metode/teknik pembelajaran dan pengajaran yang dipilih harus pro-perubahan.
(2) Perencanaan dan Evaluasi
Sekolah diberi kewenangan untuk menyusun rencana pengembangan sekolah (RPS) atau school-based plan sesuai dengan kebutuhannya. Sekolah harus membuat rencana peningkatan pemerataan, mutu, relevansi dan efisiensi sekolah.Untuk itu, sekolah harus melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang dilakukan secara internal.
(3) Pengelolaan Kurikulum
Pengelolaan kurikulum yang dimaksud dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pemerintah Pusat hanya menetapkan standar dan sekolah diharapkan mengoperasionalkan standar yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Selanjutnya sekolah berhak mengembangkan KTSP ke dalam silabus, materi pokok pembelajaran, proses pembelajaran, indikator kunci kinerja, sistem penilaian, dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
(4)Pengelolaan Ketenagaan (Pendidik dan Tenaga Kependidikan)

Pengelolaan ketenagaan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, rekrutmen, pengembangan, hadiah dan sanksi (reward and punishment), hubungan kerja, sampai evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah (guru, tenaga administrasi, laboran, dan sebagainya) dapat dilakukan oleh sekolah, kecuali pengupahan dan rekrutmen pegawai negeri.
(5) Pengelolaan Fasilitas (Peralatan dan Perlengkapan)
Pengelolaan fasilitas sekolah meliputi pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan, hingga pengembangan.
(6) Pengelolaan Keuangan
Pengelolaan dan penggunaan keuangan menjadi kewenangan sekolah sesuai kebutuhannya. Sekolah juga harus diberi kebebasan untuk melakukan “kegiatan-kegiatan yang mendatangkan penghasilan” (income generating activities), sehingga sumber keuangan tidak semata-mata tergantung pada pemerintah.
(7)Pelayanan Siswa
Pelayanan siswa, mulai dari penerimaan siswa baru, pengembangan/pembinaan/pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia kerja, hingga sampai pada pengurusan alumni.
(8) Hubungan Sekolah-Masyarakat
Esensi hubungan sekolah-masyarakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat terutama dukungan moral dan finansial.
(9) Pengelolaan Kultur Sekolah
Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan/ekspektasi yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah, dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa (student-centered activities).

C. Kasus

Kasus untuk semua Kepala Sekolah

Diskusikan kasus berikut selama 10 menit! Buat powerpointnya! Sajikan di depan kelompok lainnya untuk mendapat komentar-komentar dan saran-saran sebagai umpan balik!

Kemajuan Sekolah, sebenarnya tidak hanya berada di pundak kepala sekolahnya saja, melainkan tim kerja yang terdiri guru, karyawan, siswa, dan komite sekolah. Kepedulian para guru terhadap materi yang diajarkan, kepedulian para orang tua terhadap mutu pendidikan yang telah diterima anaknya, dan juga kepedulian komite sekolah terhadap kualitas sekolah yang turut mereka kelola. Disamping itu terbuka kemungkinan untuk membuat jalur hubungan dengan pihak di luar dinas pendidikan setempat, misalnya mendorong pihak swasta untuk menyelenggarakan pendidikan yang tidak jauh dari wilayah kerjanya.
Kontribusi pihak swasta bisa kita masukkan pada aneka aspek. Mulai dari kontribusi fisik sampai pada peningkatan mutu guru dan kepala sekolah melalui penyelenggaraan pelatihan. Sponsor-sponsor utamanya dapat ditarik dari pihak swasta. Dalam kenyataannya, semua cerita diatas belum terjadi secara maksimal (dimodifikasi dari cerita Ade Hidayat, Guru SD Cipayung, Bogor). Upaya-upaya apa yang harus dilakukan agar teamwork yang kompak, cerdas, dinamis, harmonis, dan lincah, baik di dalam sekolah maupun dengan pihak di luar sekolah dapat diwujudkan secara ikhlas dan amanah?

D. Rangkuman
MBS dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi, dan keluwesan (fleksibilitas) yang lebih besar kepada sekolah, dan mendorongpartisipasiaktif langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah.MBS bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah.mandiri, efisien, efektif, dan akuntabel.Karakteristik MBS meliputi: (1) input,(2) proses, dan (3) input pendidikan.

KEGIATAN BELAJAR 2
PELAKSANAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Bacalah materi di bawah ini dengan cermat!
A. Pengantar
Pelaksanaan MBS sudah sepantasnya menerapkan pendekatan “idiograpik” (membolehkan adanya keberbagaian cara melaksanakan MBS) dan bukan lagi menggunakan pendekatan “nomotetik” (cara melaksanakan MBS yang cenderung seragam/konformitas untuk semua sekolah). Oleh karena itu, dalam arti yang sebenarnya, tidak ada satu resep pelaksanaan MBS yang sama untuk diberlakukan ke semua sekolah. Tetapi satu hal yang perlu diperhatikan bahwa mengubah pendekatan manajemen berbasis pusat menjadi manajemen berbasis sekolah bukanlah merupakan proses sekali jadi dan bagus hasilnya (one-shot and quick-fix), akan tetapi merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus dan melibatkan semua pihak yang berwenang dan bertanggungjawab dalam penyelenggaraan sekolah. Paling tidak, proses menuju MBS memerlukan perubahan empat hal pokok berikut.
(1) Perlu penyempurnaan peraturan-peraturan, ketentuan-ketentuan, dan kebijakan-kebijakan bidang pendidikan yang ada di daerah yang menjadikan sekolah bersifat otonom dan mendudukkannya sebagai unit utama.
(2) Kebiasaan (routines) berperilaku warga (unsur-unsur) sekolah perlu disesuaikan karena MBS menuntut kebiasaan-kebiasaan berperilaku baru yang mandiri, kreatif, proaktif, sinergis, koordinatif/kooperatif, integratif, sinkron, luwes, dan professional.
(3) Peran sekolah yang selama ini biasa diatur (mengikuti apa yang diputuskan oleh birokrat diatasnya) perlu disesuaikan menjadi sekolah yang bermotivasi-diri tinggi (self-motivator).
(4) Hubungan antar warga (unsur-unsur) dalam sekolah, dengan instansi terkait.

B. Materi Pokok
1. Tahap-tahap Pelaksanaan
a. Melakukan Sosialisasi MBS
Sosialisasi konsep MBS dilakukan oleh sekolah kepada semua warga/unsur sekolah (guru, siswa, wakil kepala sekolah, guru BK, karyawan, orangtua siswa, pengawas, pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, pejabat Dinas Pendidikan Provinsi, dan sebagainya) melalui berbagai mekanisme.
b. Memperbanyak Mitra Sekolah
Kemitraan dalam sekolah meliputi: kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, guru dengan siswa, siswa dengan siswa. Kemitraan sekolah dengan masyarakat sekitarnya meliputi: kepala sekolah dengan komite sekolah, guru dengan orangtua siswa, kepala sekolah dengan instansi terkait.
c. Merumuskan Kembali Aturan Sekolah, Peran Unsur-unsur Sekolah,Kebiasaan dan Hubungan antar Unsur-unsur Sekolah
Aturan sekolah perlu dirumuskan kembali agar sesuai dengan tuntutan MBS yaitu otonomi, fleksibilitas, dan partisipasi. Demikian juga, peran masing-masing unsur sekolah perlu ditinjau kembali sesuai dengan tuntutan MBS yaitu demokratisasi sekolah. Ini berarti bahwa peran-peran yang semula lebih bersifat otoriter perlu diubah agar menjadi egaliter.
d. Menerapkan Prinsip-prinsip Tata Kelola yang Baik
Prinsip-prinsip tata kelola yang baik meliputi: partisipasi, transparansi, tanggung jawab, akuntabilitas, wawasan kedepan, penegakan hukum, keadilan, demokrasi, prediktibilitas, kepekaan, profesionalisme, efektivitas, efisiensi, dan kepastian jaminan hukum.
e. Mengklarifikasi Fungsi dan Aspek Manajemen Sekolah
Manajemen sekolah merupakan pengelolaan sekolah yang dilakukan dengan dan melalui pendidik dan tenaga kependidikan untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efisien.Fungsi-fungsi manajemen dan urusan-urusan sekolah (digabung menjadi manajemen sekolah) perlu diklarifikasi secara bersama-sama untuk menemukan pembagian urusan-urusan tentang fungsi-fungsi manajemen dan urusan-urusan pendidikan yang menjadi kewenangan dan tanggungjawab sekolah, termasuk komite sekolah.
Matrik Manajemen Berbasis Sekolah

f. Meningkatkan Kapasitas Sekolah
Keberhasilan MBS sangat tergantung pada kesiapan kapasitas (kemampuan dan kesanggupan) sekolah. Makin tinggi tingkat kesiapan kapasitas sekolah dalam melaksanakan MBS, makin tinggi pula tingkat keberhasilan MBS di sekolah yang bersangkutan.
g. Meredistribusi Kewenangan dan Tanggung jawab
Dalam MBS, kewenangan dan tanggung jawab tidak lagi terpusat pada kepala sekolah, tetapi disebar/didistribusikan kepada para pemangku kepentingan pendidikan sekolah. Kekuatan di sekolah tidak lagi semata-mata di satu pundak kepala sekolah, melainkan menjadi kekuatan kolektif (team work).
h. Menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS/RKAS), Melaksanakan, dan Memonitor serta Mengevaluasinya
Sekolah pelaksana MBS diharapkan menyusun desain, melaksanakan dan melakukan evaluasi RPS/RKAS secara berkelanjutan setiap 5 tahun (renstra) dan rencana tahunan seperti gambar berikut.

Feed Back
Gambar 2. Disain, Implementasi, dan Evaluasi RPS

2. Penyusunan RPS/RKAS berdasarkan tuntutan MBS
a. Menyusun Desain RPS/RKAS
RPS/RKAS disusun dengan tujuan untuk: (1) menjamin agar perubahan/tujuan sekolah yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi dan resiko yang kecil; (2) mendukung koordinasi antar pelaku sekolah; (3) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi, baik antar pelaku sekolah, antar sekolah dan dinas pendidikan kabupaten/kota, dan antar waktu; (4) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; (5) mengoptimalkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat, dan (6) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, dan berkeadilan dan berkelanjutan.
b. Melaksanakan RPS/RKAS
Dalam melaksanakan rencana peningkatan mutu pendidikan, maka sekolah perlu mengambil langkah proaktif untuk mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Kepala sekolah dan guru bebas mengambil inisiatif dan kreatif dalam menjalankan program-program yang diproyeksikan supaya dapat mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.
c. Melakukan Monitoring dan Evaluasi RPS/RKAS
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program, sekolah perlu mengadakan evaluasi pelaksanaan program jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam melaksanakan evaluasi, kepala sekolah harus mengikutsertakan setiap unsur yang terlibat dalam program, khususnya guru dan tenaga lainnya. Demikian pula, orangtua peserta didik dan masyarakat sebagai pihak eksternal harus dilibatkan untuk menilai keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Hasil evaluasi pelaksanaan MBS perlu dibuat laporan yang terdiri dari teknis dan keuangan.
d. Tugas dan Fungsi Jajaran Birokrasi
Seiring dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan (Bidang Pendidikan) antara Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota (selanjutnya disingkat PP 38/2007), maka tugas dan fungsi masing-masing jajaran birokrasi pendidikan dalam penyelenggaraan MBS dapat dituliskan sebagai berikut.
1) Direktorat Pembinaan Sekolah (SD, SMP, SMA, SMK)
Direktorat Pembinaan Sekolah (SD, SMP, SMA, SMK, selanjutnya disingkat Direktorat Pembinaan) mempunyai tugas dan fungsi menyusun norma-norma (peraturan perundang-undangan), standar, kriteria, prosedur, dan kebijakan, baik pada tataran formulasi/penetapan, implementasi, maupun evaluasinya pada tingkat nasional.
2) Dinas Pendidikan Provinsi
Tugas dan fungsi Dinas Pendidikan Provinsi adalah menjabarkan kebijakan dan strategi MBS yang telah digariskan oleh Direktorat Pembinaan untuk diberlakukan di Provinsi masing-masing.
3) Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menjalankan tugas dan fungsi utamanya memberikan pelayanan dalam pengelolaan satuan pendidikan di Kabupaten/Kota masing-masing yang menjalankan MBS.
4) Sekolah
Tugas dan fungsi utama sekolah adalah mengelolapenyelenggaraan MBS di sekolah masing-masing. Sekolah menjalankan tugas dan fungsinya sebagai berikut:Menyusun rencana dan program pelaksanaan MBS dengan melibatkan pemangku kepentingan, antara lain: wakil sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, tata usaha), wakil siswa (OSIS), wakil orangtua siswa, wakil organisasi profesi, wakil pemerintah, dan tokoh masyarakat;Melaksanakan MBS secara efektif dan efisien dengan menerapkan prinsip-prinsip total quality management (fokus pada pelanggan, perbaikan secara terus-menerus, dan keterlibatan total warga sekolah dalam meningkatkan mutu sekolah) dan berpikir sistem (berpikir holistik/tidak parsial, saling terkait, dan terpadu); Melaksanakan pengawasan dan pembimbingan dalam pelaksanaan MBS sehingga implementasi dapat dijamin untuk mencapai sasaran MBS;Melakukan evaluasi untuk menilai tingkat ketercapaian sasaran program MBS yang telah ditetapkan. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan sasaran baru program MBS tahun berikutnya;Menyusun laporan penyelenggaraan MBS beserta hasilnya secara lengkap untuk disampaikan kepada pihak-pihak terkait; danMempertanggung jawabkan hasil penyelenggaraan MBS kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan sekolah.
5) Komite Sekolah
Tugas dan fungsi utama Komite Sekolah dalam pelaksanaan MBS di sekolah adalah: (1) memberi masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada sekolah mengenai kebijakan dan program pendidikan, RAPBS, kriteria kinerja sekolah, kriteria pendidik dan tenaga kependidikan, kriteria fasilitas pendidikan, dan hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan; (2) mendorong orangtua siswa dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan, (3) menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan, (4) mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu tinggi, (5) melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan/program/penyelenggaraan dan keluaran pendidikan, (6) melakukan kerjasama dengan masyarakat, dan (7) menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
C. Latihan
Untuk semua kepala sekolah
(1) Diskusikan sistematika RKS/RKAS menurut Panduan ESDM!
(2) Tuliskan garis besar isi setiap komponen RKS/RKAS!
(3) Lengkapi isi RKS/RKASdi atas pada saat on the job learning dan kumpulkan pada saat in the job learning2!

D. Rangkuman
Pelaksanaan MBS memerlukandelapan tahapan. Agar pelaksanaan MBS dapat berhasil dengan baik, masing-masing jajaran birokrasi pendidikan tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kota, dan sekolah melakukan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Pembagian tugas dan fungsi jajaran birokrasi pendidikan dalam penyelenggaraan MBS mengikuti PP 38/2007.

KEGIATAN BELAJAR 3
TATA KELOLA YANG BAIK

Bacalah materi di bawah ini dengan cermat!

A. Pengantar
Sekolah diberi otonomi (kewenangan dan tanggung jawab) yang lebih besar untuk mengelola sekolahnya. Namun, kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar hanya dapat dilaksanakan dengan baik apabila sekolah menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik yaitu partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, berwawasan ke depan, hukum dilaksanakan dengan baik, keadilan, demokrasi/egaliterisme, prediktif, peka terhadap aspirasi stakeholders, dan pasti dalam penjaminan mutu. Berikut uraian singkat tentang partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas.

B. Materi Pokok
1. Partisipasi
a. Latar Belakang
MBS mensyaratkan adanya partisipasi aktif dari semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan di sekolah (stakeholders), baik warga sekolah seperti guru, kepala sekolah, siswa, dan tenaga-tenaga kependidikan lainnya, maupun warga di luar sekolah seperti orang tua siswa, akademisi, tokoh masyarakat,dan pihak-pihak lain yang mewakili masyarakat yang diwadahi melalui komite sekolah. Saat ini, Komite Sekolah merupakan wadah formal bagi stakeholdersuntuk berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelenggaraan sekolah.
b. Arti Partisipasi
Partisipasi adalah proses di mana stakeholders (warga sekolah dan masyarakat) terlibat aktif baik secara individual maupun kolektif, secara langsung maupun tidak langsung, dalam pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan/ pengevaluasian pendidikan sekolah. Diharapkan, partisipasi dapat mendorong warga sekolah dan masyarakat sekitar untuk menggunakan haknya dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan/pengevaluasian yang menyangkut kepentingan sekolah, baik secara individual maupun kolektif, secara langsung maupun tidak langsung.
c. Tujuan Partisipasi
Tujuan utama peningkatan partisipasi adalah untuk: (1) meningkatkan dedikasi/ kontribusi stakeholders terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah, baik dalam bentuk jasa (pemikiran/intelektualitas, keterampilan), moral, finansial, dan material/barang; (2) memberdayakan kemampuan yang ada pada stakeholders bagi pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional; (3) meningkatkan peran stakeholders dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, baik sebagai advisor, supporter, mediator, controller, resource linker, and education provider, dan (4) menjamin agar setiap keputusan dan kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan aspirasi stakeholders dan menjadikan aspirasi stakeholders sebagai panglima bagi penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
d. Upaya-Upaya Peningkatan Partisipasi
Upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh sekolah dalam rangka meningkatkan partisipasi stakeholders adalah sebagai berikut.
(1) Menyediakan sarana partisipasi atau saluran komunikasi agar stakeholders dapat mengutarakan pendapatnya, keinginannya, dan aspirasinya melalui pertemuan umum, temu wicara, konsultasi, dan penyampaian pendapat secara tertulis.
(2) Melakukan advokasi, publikasi, komunikasi, dan transparansi kepada stakeholders.
e. Indikator Keberhasilan Partisipasi
Keberhasilan peningkatan partisipasi stakeholders dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat diukur dengan enam indikator berikut.
(1) Kontribusi/dedikasi stakeholders meningkat dalam hal jasa (pemikiran, keterampilan), finansial, moral, dan material/barang.
(2) Meningkatnya kepercayaan stakeholders kepada sekolah, terutama menyangkut kewibawaan dan kebersihan.
(3) Meningkatnya tanggungjawab stakeholders terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
(4) Meningkatnya kualitas dan kuantitas masukan (kritik dan saran) untuk peningkatan mutu pendidikan.
(5) Meningkatnya kepedulian stakeholders terhadap setiap langkah yang dilakukan oleh sekolah untuk meningkatkan mutu.
(6) Keputusan-keputusan yang dibuat oleh sekolah benar-benar mengekspresikan aspirasi dan pendapat stakeholders dan mampu meningkatkan kualitas pendidikan.
2. Transparansi
a. Latar Belakang
Sekolah adalah organisasi pelayanan yang diberi mandat oleh publik untuk menyelenggarakan pendidikan sebaik-baiknya. Mengingat sekolah adalah organisasi pelayanan publik, maka sekolah harus transparan kepada publik mengenai proses dan hasil pendidikan yang dicapai. Transparansi dicapai melalui kemudahan dan kebebasan publik untuk memperoleh informasi dari sekolah.Pengembangan transparansi sangat diperlukan untuk membangun keyakinan dan kepercayaan publik kepada sekolah.Dengan transparansi yang tinggi, publik tidak lagi curiga terhadap sekolah dan karenanya keyakinan dan kepercayaan publik terhadap sekolah juga tinggi.
b. Arti Transparansi
Transparansi sekolah adalah keadaan di mana setiap orang yang terkait dengan kepentingan pendidikan dapat mengetahui proses dan hasil pengambilan keputusan dan kebijakan sekolah. Dalam konteks pendidikan, istilah transparansi sangatlah jelas yaitu kepolosan, apa adanya, tidak bohong, tidak curang, jujur, dan terbuka terhadap publik tentang apa yang dikerjakan oleh sekolah. Ini berarti bahwa sekolah harus memberikan informasi yang benar kepada publik. Transparansi menjamin bahwa data sekolah yang dilaporkan mencerminkan realitas.
c. Tujuan Transparansi
Pengembangan transparansi bertujuan untuk membangun kepercayaan dan keyakinan publik kepada sekolah bahwa sekolah adalah organisasi pelayanan pendidikan yang bersih dan berwibawa. Bersih dalam arti tidak KKN dan berwibawa dalam arti profesional.
d. Upaya-Upaya Peningkatan Transparansi
Transparansi sekolah perlu ditingkatkan agar publik memahami situasi sekolah dan dengan demikian mempermudah publik untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam kerangka meningkatkan transparansi sekolah kepada publik antara lain melalui pendayagunaan berbagai jalur komunikasi, baik secara langsung melalui temu wicara, maupun secara tidak langsung melalui jalur media tertulis (brosur, leaflet, newsletter, pengumuman melalui surat kabar) maupun media elektronik (radio dan televisi lokal), serta handphone.
e. Indikator Keberhasilan Transparansi
Keberhasilan transparansi sekolah ditunjukkan oleh beberapa indikator berikut: (a) meningkatnya keyakinan dan kepercayaan publik kepada sekolah bahwa sekolah adalah bersih dan wibawa, (2) meningkatnya partisipasi publik terhadap penyelenggaraan sekolah, (3) bertambahnya wawasan dan pengetahuan publik terhadap penyelenggaraan sekolah, dan (4) berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di sekolah.

3. Akuntabilitas
a. Latar Belakang
MBS memberi kewenangan yang lebih besar kepada penyelenggara sekolah yaitu kewenangan untuk mengatur dan mengurus sekolah, mengambil keputusan, mengelola, memimpin, dan mengontrol sekolah. Agar penyelenggara sekolah tidak sewenang-wenang dalam menyelenggarakan sekolah, maka sekolah harus bertanggungjawab terhadap apa yang dikerjakan. Untuk itu, sekolah berkewajiban mempertanggungjawabkan kepada publik tentang apa yang dikerjakan sebagai konsekwensi dari mandat yang diberikan oleh publik/ masyarakat.
b. Arti Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan penyelenggara organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.
Akuntabilitas meliputi pertanggungjawaban penyelenggara sekolah yang diwujudkan melalui transparansi dengan cara menyebarluaskan informasi dalam hal: (a) pembuatan dan pelaksanaan kebijakan serta perencanaan, (b) anggaran pendapatan dan belanja sekolah, (c) pengelolaan sumberdaya pendidikan di sekolah, dan (d) keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan rencana sekolah dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Menurut jenisnya, akuntabilitas dapat dikategorikan menjadi 4: (1) akuntabilitas kebijakan, yaitu akuntabilitas pilihan atas kebijakan yang akan dilaksanakan, (2) akuntabilitas kinerja (product/quality accountability), yaitu akuntabilitas yang berhubungan dengan pencapaian tujuan sekolah, (3) akuntabilitas proses, yaitu akuntabilitas yang berhubungan dengan proses, prosedur, aturan main, ketentuan, pedoman, dan sebagainya., dan (4)akuntabilitas keuangan (kejujuran) atau sering disebut (financial accountability), yaitu akuntabilitas yang berhubungan dengan pendapatan dan pengeluaran uang (cash in and cash out). Sering kali istilah cost accountability juga digunakan untuk kategori akuntabilitas ini.
c. Tujuan Akuntabilitas
Tujuan utama akuntabilitas adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja sekolah sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya. Selain itu, tujuan akuntabilitas adalah untuk menilai kinerja sekolah dan kepuasan publik terhadap pelayanan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah, untuk mengikutsertakan publik dalam pengawasan pelayanan pendidikan, dan untuk mempertanggungjawabkan komitmen pelayanan pendidikan kepada publik.
Sekolah dikatakan memiliki akuntabilitas tinggi jika proses dan hasil kinerja sekolah dianggap benar dan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
d. Indikator Keberhasilan Akuntabilitas
Keberhasilan akuntabilitas dapat diukur dengan beberapa indikator berikut, yaitu: (a) meningkatnya kepercayaan dan kepuasan publik terhadap sekolah, (b) tumbuhnya kesadaran publik tentang hak untuk menilai terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah, (c) berkurangnya kasus-kasus KKN di sekolah, dan (d) meningkatnya kesesuaian kegiatan-kegiatan sekolah dengan nilai dan norma yang berkembang di masyarakat.
C. Kasus

Kasus untuk Kepala SD
Diskusikan kasus berikut selama 10 menit! Selesaikan kasus tersebut dengan menggunakan pendekatan MBS. Buat powerpointnya untuk disajikan di depan kelompok lain! Kelompok lain memberi komentar-komentar dan saran-saran untuk masukan!

Kurangnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan sekolah antara lain disebabkan tidak berjalannya mekanisme pengawasan. Agar pengawasan dapat berjalan, maka komite sekolah yang sesungguhnya dibentuk untuk melaksanakan fungsi kontrol atas sekolah harus diperkuat dan diberdayakan.
“Selain itu, peran supervisi atau pengawas sekolah perlu ditingkatkan kompetensinya”, kata Unifah Rosyidi, dosen manajemen pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, Kamis (1/9).
Diingatkan bahwa munculnya konsep komite sekolah antara lain dilandaskan pada kebutuhan untuk mengontrol penyelenggara sekolah di era otonomisasi pendidikan. Kontrol ini menjadi penting karena akuntabilitas merupakan bukti keotonomian sekolah, termasuk dalam hal pertanggungjawaban keuangan kepada stakeholder pendidikan.
Selama ini, sulitnya mewujudkan transparansi pengelolaan keuangan sekolah terjadi karena komite dan penyelenggara sekolah belum memahami tugasnya masing-masing di era otonomi sekolah. Selain itu, pengangkatan anggota dan pengurus belum sepenuhnya terbuka.
“Ada kecenderungan anggota komite sekolah yang dipilih merupakan orang yang punya jabatan dan hidup mapan sehingga secara finansial tidak kesulitan atau tidak terlalu peduli. Sementara waktu, mereka bekerja sebagai anggota komite sekolah juga terbatas”, kata Unifah.
Kendala lain, anggota komite sekolah dipilih dari antara orang tua murid yang anaknya menempuh pendidikan di sekolah tersebut. Akibatnya, anggota komite sekolah enggan atau tak mampu menjalankan fungsi kontrolnya.

Kasus untuk Kepala SMP

Diskusikan kasus berikut selama 10 menit! Selesaikan kasus tersebut dengan menggunakan pendekatan MBS! Buat powerpointnya untuk disajikan di depan kelompok lain. Kelompok lain memberi komentar-komentar dan saran-saran untuk masukan.

Pak Nanang (nama samaran) adalah salah satu orang tua murid SMP XXX di salah satu kabupaten di Indonesia. Ia mengetahui bahwa sesuai dengan yang disosialisasikan pemerintah, pemakaian dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) harus dibicarakan dengan seluruh orang tua/wali murid. Tetapi saya dan orang tua/wali murid lainnya sampai saat ini tidak pernah mendapat undangan mengenai penggunaan dana BOS tersebut. Besarnya pun kami tidak mengetahui, apalagi penggunaannya. Hanya dua pihak yang mengetahui detail penggunaan dana BOS yakni kepala sekolah dan Tuhan. Demikian keluhan orang tua/wali murid dan wakil kepala sekolah.Kenyataannya, meski pun katanya sekolah mendapatkan BOS, kami sebagai orang tua/wali murid masih saja dibebani untuk membeli LKS dan buku paket yang katanya untuk membantu murid dalam belajar. Namun, LKS anak saya tidak pernah sekali pun diperiksa guru.Pada hal hasil pemeriksaan guru sangat penting bagi anak saya dan saya sebagai umpan balik membimbing dan memotivasi belajar anak saya agar prestasi belajarnya meningkat secara berkelanjutan.Satu hal lagi yang membuat saya bertanya, “Mengapa masih ada pungutan sekolah dan berapa anggaran pembelian buku pelajaran?” sering tidak dijawab oleh Pak Nanang. Apakah pungutan untuk membeli LKS dan buku paket sudah mendapat persetujuan Dinas Pendidikan setempat?Sebaliknya, orang tua/wali murid dan guru justru mendapat ancaman jika sering bertanya mengenai pengelolaan BOS, dari anak dikeluarkan sampai kenaiakan pangkat guru yang dihambat.

Kasus untuk Kepala SMA
Diskusikan kasus berikut selama 10 menit! Selesaikan kasus tersebut dengan menggunakan pendekatan MBS! Buat powerpointnya untuk disajikan di depan kelompok lain! Kelompok lain memberi komentar-komentar dan saran-saran untuk masukan.

Selain komite sekolah, yang harus disegarkan adalah peran para pengawas sekolah. ”Para pengawas sekolah harus diperhatikan dan ditingkatkan kompetensinya agar mereka dapat menjalankan fungsinya dengan benar”, kata Unifah. Para pengawas sekolah seharusnya mampu mengawasi sekolah secara keseluruhan. Unifah mengatakan, ada sembilan komponen di sekolah yang harus berjalan dengan baik sehingga perlu diawasi. Komponen itu mulai dari sarana, proses pembelajaran sampai dengan masalah keuangan yang harus memenuhi asas transparansi dan akuntabilitas.
Sayangnya, pengawas sekolah cenderung mengawasi sekolah secara normatif saja dan tidak mendetail. Termasuk dalam hal transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan sekolah.
Ketua Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Suparman mengatakan, ketidaktransparan pengelolaan keuangan sekolah merupakan kebiasaan buruk kepala sekolah yang akhirnya menjadi budaya. Untuk menciptakan mekanisme pengawasan, perlu keterlibatan pengurus komite sekolah, orang tua, dan guru. Pengawasan tidak hanya cukup oleh komite sekolah karena usianya masih terbilang baru dan masih membutuhkan pencerahan.
Keterlibatan stakeholder pendidikan itu harus dilandasi keterbukaan kepala sekolah. “Kalau tidak demikian maka tidak akan terjadi perubahan. Sulit mengandalkan pengawasan dari birokrasi”, katanya. Ketidakterbukaan penyelenggaraan kepala sekolah kerap menciptakan kecurigaan di kalangan guru. “Iklim kecurigaan tentu tidak kondusif”, kata Suparman.

Kasus untuk Kepala SMK

Diskusikan kasus di atas selama 10 menit! Selesaikan dengan pendekatan MBS! Hasilnya tuliskan di powerpoint. Sajikan di depan kelompok lainnya untuk mendapat komentar-komentar dan saran-saran sebagai umpan balik!

Ani (nama samaran), orang tua siswa di SMK berpendapat bahwa SMK menggunakan standar ganda. Di satu pihak, Kepala SMK mengklaim bahwa seluruh usaha di Unit Produksi Sekolah (UPS) sebagai usaha untuk menunjang biaya operasional sekolah dan tempat proses menjadikan lulusan sebagai wirausahawan/wirausahawati. Tetapi, di pihak lain, Kepala SMK yang bersangkutan tidak mau menggunakan keuntungan usaha UPS untuk biaya operasional sekolah. Menurut Ani, “Kalau ada keuntungan diambil oleh Kepala SMK dan kroni-kroninya saja. Ada kecenderungan pengelolaan keuangan tidak transparan.” Akibatnya, timbul kecemburuan dan kecurigaan bagi mereka yang tidak termasuk kroni-kroni. Selanjutnya, Ani berkata, “jika UPS ingin dibisniskan, harus jelas dasar hukumnya dan juga aturan mainnya”.

D. Rangkuman
MBS dapat dilaksanakan dengan baik apabila sekolah menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik. Prinsip-prinsip tata kelola yang baik meliputi partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, berwawasan ke depan, hukum dilaksanakan dengan baik, keadilan, demokrasi/egaliterisme, prediktif, peka terhadap aspirasi stakeholders, dan pasti dalam penjaminan mutu. Dalam materi pelatihan ini hanya diuraikan tiga tata kelola yang baik yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas.

KEGIATAN BELAJAR 4
MONITORING DAN EVALUASI
Bacalah materi di bawah ini dengan cermat
A. Pengantar
Monitoring dan Evaluasi (ME) merupakan bagian integral dari pengelolaan pendidikan, baik di tingkat mikro (sekolah), meso (dinas pendidikan kabupaten/kota, dinas pendidikan provinsi), maupun makro (kementerian).
Monitoring adalah suatu proses pemantauan untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan MBS. Jadi, fokus monitoring adalah pemantauan pada pelaksanaan MBS, bukan pada hasilnya. Tepatnya, fokus monitoring adalah pada komponen proses MBS, baik menyangkut proses pengambilan keputusan, pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program, maupun pengelolaan proses belajar mengajar. Sedang evaluasi merupakan suatu proses untuk mendapatkan informasi tentang hasil MBS. Jadi, fokus evaluasi adalah pada hasil MBS. Informasi hasil ini kemudian dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan.
ME pada MBS bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Hasil monitoring dapat digunakan untuk memberi masukan (umpan balik) bagi perbaikan pelaksanaan MBS. Sedang hasil evaluasi dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk memberi masukan terhadap keseluruhan komponen MBS, baik pada konteks, input, proses, output, maupun outcomenya. Masukan-masukan dari hasil monitoring dan evaluasi akan digunakan untuk pengambilan keputusan.

B. Materi Pokok
1. Komponen-Komponen MBS yang Dimonitor dan Dievaluasi
MBS sebagai sistem, memiliki komponen-komponen yang saling terkait secara sistematis satu sama lain, yaitu konteks, input, proses, output, dan outcome.
Konteks adalah eksternalitas sekolah berupa demand and support(permintaan dan dukungan) yang berpengaruh pada input sekolah. Dalam istilah lain, konteks sama artinya dengan istilah kebutuhan. Dengan demikian, evaluasi konteks berarti evaluasi tentang kebutuhan. Alat yang tepat untuk melakukan evaluasi konteks adalah penilaian kebutuhan (needs assessment).
Input adalah segala “sesuatu” yang harus tersedia dan siap karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses.Secara garis besar, input dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu harapan, sumberdaya, dan input manajemen. Harapan-harapan terdiri dari visi, misi, tujuan, sasaran. Sumberdaya dibagi menjadi dua yaitu sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan). Input manajemen terdiri dari tugas, rencana, program, regulasi (ketentuan-ketentuan, limitasi, prosedur kerja, dan sebagainya), dan pengendalian atau tindakan turun tangan. Esensi evaluasi pada input adalah untuk mendapatkan informasi tentang “ketersediaan dan kesiapan” input sebagai prasyarat untuk berlangsungnya proses.
Proses adalah berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Dalam MBS sebagai sistem, proses terdiri dari: proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, proses evaluasi sekolah, dan proses akuntabilitas. Dengan demikian, fokus evaluasi pada proses adalah pemantauan (monitoring) implementasi MBS, sehingga dapat ditemukan informasi tentang konsistensi atau inkonsistensi antara rancangan/disain MBS semula dengan proses implementasi yang sebenarnya. Dengan didapatkan informasi inkonsistensi tersebut, segera dapat dilakukan koreksi/pelurusan terhadap pelaksanaan.
Outputadalah hasil nyata dari pelaksanaan MBS. Hasil nyata yang dimaksud dapat berupa prestasi akademik (academic achievement), misalnya, nilai NUN, dan peringkat lomba karya tulis, maupun prestasi non-akademik (non-academic achievement), misalnya, IMTAQ, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi olahraga, kesenian, dan kerajinan. Fokus evaluasi pada output adalah mengevaluasi sejauhmana sasaran (immediate objectives) yang diharapkan (kualitas, kuantitas, waktu) telah dicapai oleh MBS. Dengan kata lain, sejauhmana “hasil nyata sesaat” sesuai dengan “hasil/sasaran yang diharapkan”. Tentunya makin besar kesesuaiannya, makin besar pula kesuksesan MBS.
Outcome adalah hasil MBS jangka panjang, yang berbeda dengan output yang hanya mengukur hasil MBS sesaat/jangka pendek. Karena itu, fokus evaluasi outcome adalah pada dampak MBS jangka panjang, baik dampak individual (siswa), institusional (sekolah), dan sosial (masyarakat). Untuk melakukan evaluasi ini, pada umumnya digunakan analisis biaya-manfaat (cost-benefit analysis).ME dilakukan untuk mengetahui apakah ada perubahan konteks, input, proses, output, dan outcome pada waktu sebelum dan sesudah melaksanakan MBS. Selain memonitor dan mengevaluasi komponen-komponen konteks, input, proses, output, dan outcome sekolah, yang tidak kalah penting untuk dimonitor dan dievaluasi adalah pelaksanaan prinsip-prinsip MBS yang baik (tata pengelolaan yang baik), seperti disebut sebelumnya yaitu meliputi: partisipasi, transparansi, tanggungjawab, akuntabilitas, wawasan ke depan, penegakan hukum, keadilan, demokrasi, prediktif, kepekaan, profesionalisme, efektivitas dan efisiensi, dan kepastian jaminan hukum. Setiap tata pengelolaan harus dievaluasi apakah sebelum dan sesudah MBS ada perubahan tata pengelolaan sekolah.Berikut adalah visualisasi ME pada saat sebelum dan pada saat sesudah melaksanakan MBS.

Gambar 3: Monitoring dan Evaluasi MBS

2. Jenis Monitoring dan Evaluasi: Internal dan Eksternal
Ada dua jenis monitoring dan evaluasi sekolah, yaitu internal dan eksternal. Yang dimaksud monitoring dan evaluasi internal adalah monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh sekolah sendiri. Pada umumnya, pelaksana monitoring dan evaluasi internal adalah warga sekolah sendiri yaitu kepala sekolah, guru, siswa, orangtua siswa, guru bimbingan dan penyuluhan, dan warga sekolah lainnya. Tujuan utama monitoring dan evaluasi internal sekolah adalah untuk mengetahui tingkat kemajuan dirinya sendiri (sekolah) sehubungan dengan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Sedang yang dimaksud monitoring dan evaluasi eksternal adalah monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh pihak eksternal sekolah (external institution), misalnya Dinas Pendidikan, Pengawas, dan Perguruan tinggi, atau gabungan dari ketiganya. Hasil monitoring dan evaluasi eksternal dapat digunakan untuk: rewards system terhadap individu sekolah, meningkatkan iklim kompetisi antar sekolah, kepentingan akuntabilitas publik, memperbaiki sistem yang ada secara keseluruhan, dan membantu sekolah dalam mengembangkan dirinya.
3. Tonggak-tonggak Kunci Keberhasilan MBS
Untuk mengevaluasi keberhasilan MBS, sekolah-sekolah yang melaksanakan MBS harus membuat tonggak-tonggak kunci keberhasilan untuk kurun waktu tertentu. Tonggak-tonggak kunci keberhasilan MBS merupakan target-target hasil MBS yang akan dicapai dalam jangka menengah (5 tahun) dan jangka pendek (1 tahun). Target-target tersebut bersumber dari pemerataan kualitas pendidikan, dan tata kelola sekolah yang baik (good governance) yang meliputi: partisipasi, transparansi, tanggungjawab, akuntabilitas, wawasan kedepan, penegakan hukum, keadilan, demokrasi, prediktif, kepekaan, profesionalisme, efektivitas dan efisiensi, dan kepastian jaminan hukum. Sebaiknya, tonggak-tonggak kunci keberhasilan dibuat tabuler yang terdiri dari program-program strategis dan tonggak-tonggak kunci keberhasilan dari setiap program strategis.

C. Kasus
Tugas Individu untuk semua Kepala Sekolah
SMP Perdana menetapkan sasaran kinerja tahun 2014 antara lain:
a. Nilai UN = 7,50 ; b. Juara Olimpiade dan c. Guru Teladan Nasional
Susunlah Rencana Kerja berbasis MBS untuk mewujudkan sasaran tersebut!, Gunakan format program berbasis Target, untuk dua tahun yakni tahun 2012 dan tahun 2013
Tugas Kelompok untuk semua kepala sekolah
1) Rumuskan pokok permasalahan dalam kasus di atas.
2) Tuliskan 3 rencana kegiatan pokok dalam menyelesaiakan masalah
3) Susun uraian dari masing masing dari tiga rencana kegiatan sebagai tahapan penyelesaian!
D. Rangkuman
Monitoring dan evaluasi (monev) merupakan bagian integral dari pengelolaan pendidikan, baik di tingkat mikro, meso maupun makro. Monev dapat mengukur tingkat kemajuan pendidikan pada tingkat sekolah, dinas pendidikan kabupaten/kota, dinas pendidikan propinsi, dan kementerian. Dengan monev, kita dapat menilai apakah MBS benar-benar mampu meningkatkan mutu pendidikan. Monev MBS bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk memperbaiki/mengembangkan MBS. Ada dua jenis monev sekolah, yaitu internal dan eksternal. Untuk mengevaluasi keberhasilan MBS, sekolah-sekolah yang melaksanakan MBS harus membuat tonggak-tonggak kunci keberhasilan untuk kurun waktu tertentu. Tonggak-tonggak kunci keberhasilan MBS merupakan target-target hasil MBS yang akan dicapai dalam jangka menengah (5 tahun) dan jangka pendek (1 tahun).
REFLEKSI
Mata Diklat : Manajemen Berbasis Sekolah
Nama Peserta :_____________,Tanggal: _______________

Setelah kegiatan berakhir saudara dapat melakukan refleksi dengan menjawab pertanyaan berikut ini!

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, Ditjen Mandikdasmen. Depdiknas (rujukan utama dari materi pelatihan ini).

BACAAN YANG DIANJURKAN
Dornseif, A. 1996.Pocket Guide to School-Based Management. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.

E.Mulyasa. 2004.Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT.Remaja
Rosda.

Ibtisam Abu & Duhou. 2002. School-Based Management (Manajemen
Berbasis Sekolah) (terjemahan: Noryamin Aini, Suparto & Abas Al-
Jauhari). Jakarta: Logos.

Odden,A.1994. School-Based Management Organizing for High Performance.San Francisco: Jossey-Bass Publishers.

Reynold, Larry. 1997. Successful Site-Based Management. Thousand
Oaks, California: Corwin Press, Inc.

Rutmini & Jiyono. 1999. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep dan
Kemungkinan Strategi Pelaksanaannya di Indonesia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.Juni Tahun Ke-5.No.017. h.77-107.

Wohlstetter, P., Kirk, A.N.V., Robertson, P.J. & Mohrman (1997). Succesful
School-Based Management.Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.

Zuldan K.Prasetyo & Slamet.2003. Manajemen Berbasis Sekolah dalam Mengembangkan dan Mewujudkan Budaya Mutu dalam Pendidikan.Cakrawala pendidikan.Juni, Th.XXII.No. h.17.