Penelitian Tindakan Sekolah

terimakasih anda telah klik di ;
https://situsguru.wordpress.com/

KELUARGA situsguru

KELUARGA situsguru

contoh
BAB I
CONTOH : Penelitian Tindakan Sekolah

UPAYA MENINGKATKAN DISIPLIN GURU
DALAM KEHADIRAN MENGAJAR DIKELAS
MELALUI PENERAPANREWARD AND PUNISHMENT
DI SD NEGERI NGAWEN KECAMATAN WEDUNG
KABUPATEN DEMAK

Oleh :
HARTONO S.Pd.
NIP : 19671212 1991031012

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usaha meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, di mana pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, dan ketrampilan.
Untuk melaksanakan tugas dalam meningkatkan mutu pendidikan maka diadakan proses belajar mengajar, guru merupakan figur sentral, di tangan gurulah terletak kemungkinan berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu tugas dan peran guru bukan saja mendidik, mengajar dan melatih tetapi juga bagaimana guru dapat membaca situasi kelas dan kondisi dan kondisi siswanya dalam menerima pelajaran.
Untuk meningkatkan peranan guru dalam proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa, maka guru diharapkan mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan mampu mengelola kelas. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik dan mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sementara pegawai dunia pendidikan merupakan bagian dari tenaga kependidikan, yaitu anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Dalam informasi tentang wawasan Wiyatamandala, kedisiplinan guru diartikan sebagai sikap mental yang mengandung kerelaan mematuhi semua ketentuan, peraturan dan norma yang berlaku dalam menunaikan tugas dan tangung jawab.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan, kedisiplinan guru dan pegawai adalah sikap penuh kerelaan dalam mematuhi semua aturan dan norma yang ada dalam menjalankan tugasnya sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap pendidikan anak didiknya. Karena bagaimana pun seorang guru atau tenaga kependidikan (pegawai), merupakan cermin bagi anak didiknya dalam sikap atau teladan, dan sikap disiplin guru dan tenaga kependidikan (pegawai) akan memberikan warna terhadap hasil pendidikan yang jauh lebih baik.
Keberhasilan proses pembelajaran sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya adalah faktor guru. Guru sangat memegang peranan penting dalam keberhasilan proses pembelajaran. Guru yang mempunyai kompetensi yang baik tentunya akan sangat mendukung keberhasilan proses pembelajaran.
Peranan guru selain sebagai seorang pengajar, guru juga berperan sebagai seorang pendidik. Pendidik adalah seiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi (Sutari Imam Barnado, 1989:44). Sehinggga sebagai pendidik, seorang guru harus memiliki kesadaran atau merasa mempunyai tugas dan kewajiban untuk mendidik. Tugas mendidik adalah tugas yang amat mulia atas dasar “panggilan” yang teramat suci. Sebagai komponen sentral dalam sistem pendidikan, pendidik mempunyai peran utama dalam membangun fondamen-fondamen hari depan corak kemanusiaan. Corak kemanusiaan yang dibangun dalam rangka pembangunan nasional kita adalah “manusia Indonesia seutuhnya”, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, percaya diri disiplin, bermoral dan bertanggung jawab. Untuk mewujudkan hal itu, keteladanan dari seorang guru sebagai pendidik sangat dibutuhkan.
Keteladanan guru dapat dilihat dari prilaku guru sehari-hari baik didalam sekolah maupun diluar sekolah. Selain keteladanan guru, kedisiplinan guru juga menjadi salah satu hal penting yang harus dimiliki oleh guru sebagai seorang pengajar dan pendidik.
Fakta dilapangan yang sering kita jumpai disekolah adalah kurang disiplinnya guru, terutama masalah disiplin guru masuk kedalam kelas pada saat kegiatan pembelajaran dikelas.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tindakan sekolah dengan judul : ”Upaya Meningkatkan Disiplin Guru dalam Kehadiran Mengajar Dikelas Melalui penerapan Reward and Punishment di SD Negeri Ngawen Kecamatan Wedung Kabupaten Demak.”
B. Identifikasi Masalah
Masalah-masalah yang mendasari dari penelitian ini adalah :
1. Masih banyak guru yang datang terlambat ke sekolah.
2. Masih kurangnya disiplin guru dalam kehadiran mengajar dikelas.
3. Guru masih sering terlambat masuk kelas.
C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada upaya meningkatkan disiplin guru dalam kehadiran mengajar dikelas melalui penerapan Reward and Punishment.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : ”Apakah penerapan Reward and Punishment dapat meningkatkan kedisiplinan guru dalam kehadiran mengajar dikelas?”
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mencari alternatif pemecahan masalah sebagai upaya meningkatkan disiplin guru dalam kehadiran mengajar dikelas melalui penerapan Reward and Punishment.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, sbb :
1. Bagi kepala sekolah adalah merupakan wujud nyata kepala sekolah dalam memecahkan berbagai masalah disekolah melalui kegiatan penelitian.
2. Bagi guru diharapkan dapat menjadi motivasi guru dalam meningkatkan kedisiplinan dalam kehadiran.
3. Bagi sekolah bisa dijadikan sumbangan dalam mewujudkan budaya sekolah yang dapat mendorong keberhasilan dan peningkatan mutu pembelajaran.
G. Definisi Istilah
Disiplin berasal dari bahasa latin Discere yang berarti belajar. Dari kata ini timbul kata Disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Dan sekarang kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peratuaran atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian. Kedua disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, disiplin adalah ketaatan pada peraturan (tata tertib). Dalam penelitian ini, disiplin dibatasi hanya pada kehadiran guru dikelas pada kegiatan belajar mengajar.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,dan pendidikan menengah. (UU No. 14, Tahun 2005)
Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
Reward and Punisment diartikan sebagai pemberian penghargaan dan hukuman, penghargaan disini bukan hanya penghargan dalam bentuk materi saja termasuk didalamnya adalah pujian kepada guru yang dipandang disiplin dalam kehadiran dikelas pada kegiatan belajar mengajar dan teguran atau hukuman kepada guru yang sering terlambat masuk kelas.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Sekolah
SD Negeri Ngawen adalah merupakan salah satu dari tiga puluh satu SD negeri yang berada di wilayah Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak.Terletak di pintu gerbang memasuki kecamatan wedung, sehingga merupakan potret dari sekolah – sekolah imbas lainnya. SD Negeri Ngawen, beralamat di JL. Raya Ngawen – Wedung No. 41, Desa Ngawen , Kecamatan Wedung . Jarak sekolah dari Ibu Kota Kabupaten, lebih kurang adalah 15 Km,
SD Negeri Ngawen pada tahun 2010 merupakan salah satu sekolah regrouping. Sekolah ini berdiri pada tahun 1912. Jumlah guru sekarang berjumlah 19 Orang, dan jumlah siswa sebanyak 374 orang.
B. Kajian Teori
Di masa lalu, kepala sekolah yang berperan sebagai manajer yang efektif telah dianggap cukup. Di masa itu, kebanyakan kepala sekolah diharapkan mentaati ketentuan dan kebijakan Dinas Pendidikan, mengatasi isu-isu ketenagaan, pengadaan fasilitas dan infrastruktur, menyesuaikan anggaran, memelihara agar gedung sekolah nyaman dan aman, memelihara hubungan dengan masyarakat, memastikan kantin sekolah dan UKS berjalan lancar. Semua ini masih tetap harus dilakukan oleh kepala sekolah. Akan tetapi, sekarang kepala sekolah harus melakukan hal yang lebih dari semua itu.
Berbagai penelitian menunjukkan peran kunci yang dapat dilakukan kepala sekolah agar dapat meningkatkan belajar dan pembelajaran, jelas bahwa kepala sekolah harus berperan sebagai leaders for learning (The Institute for Educational Leadership, 2000). Para kepala sekolah harus mengetahui isi pelajaran dan teknikteknik pedagogis. Para kepala sekolah harus bekerja bersama guru untuk meningkatkan keterampilan. Kepala sekolah harus mengumpulkan, menganalisis, dan menggunakan data dengan cara-cara yang menumbuhkan keunggulan. Mereka harus berkumpul siswa, guru, orang tua, organisasi-organisasi layanan sosial dan kesehatan. Organisasi kepemudaan, dunia usaha, warga sekitar sekolah untuk meningkatkan kinerja siswa. Selanjutnya para kepala sekolah itu juga harus memiliki keterampilan dan pengetahuan kepemimpinan dalam rangka memanfaatkan kewenangannya untuk mencari strategi-strategi yang diperlukan.
Mereka seharusnya melakukan itu semua, akan tetapi sayang, sering dijumpai bahwa mereka tidak melakukannya. Meskipun masyarakat pada umumnya memberi sorotan kepada kepala sekolah ketika hasil Ujian Nasional siswa diumumkan dan mengajukan usul untuk memberi sanksi apabila sekolah tidak menunjukkan hasil sebagaimana diharapkan, para kepala sekolah di masa lalu tidak banyak melalukan persiapan atau melakukan pengembangan keprofesionalan berkelanjutan untuk membekali diri dalam rangka melaksanakan peran baru tersebut. Pihak pemerintah daerah, atau dinas pendidikan, selama ini juga lebih banyak mendorong kepala sekolah untuk sekedar mentaati peraturan yang ada, berusaha untuk mengelola tuntutan menjalankan kepala sekolah yang berlipat ganda di era meningkatnya harapan, kebutuhan siswa yang kompleks, akuntabilitas yang terus meningkat, peningkatan keberagaman, dan sabagainya.
Tidak ada alternatif lain, masyarakat di seluruh negeri ini harus “reinventthe principalship” untuk memampukan para kepala sekolah dalam meng hadapi tantangan abad 21, dan untuk menjamin para pemimpin bagi belajar siswa yang dibutuhkan untuk membimbing agar sekolah dan siswanya yang dipimpinnya mencapai keberhasilan.
Pendidikan bukan hanya sekedar mengawetkan kebudayaan dan meneruskannya dari generasi ke generasi, akan tetapi juga diharapkan pendidikan ini dapat mengubah dan mengembangkan suatu pengetahuan. Pendidikan bukan hanya menyampaikan keterampilan yang sudah dikenal, namun harus dapat meramalkan berbagai jenis keterampilan dan kemahiran yang akan datang, dan sekaligus menemukan cara yang tepat dan cepat dikuasai oleh anak didik.(Budiningsih,2005).
Kemampuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang tentu sesuai tingkat pendidikan yang diikutinya. Semakin tinggi pendidikan, maka di asumsikan semakin tinggi pula tingkat pengetahuan. Hal ini menggambarkan bahwa fungsi pendidikan dapat meningkatkan kesejahteraan, karena seseorang yang berpendidikan atau memiliki pendidikan tersebut dapat terhindar dari kebodohan dan juga kemiskinan. Dapat ditegaskan fungsi pendidikan adalah membimbing anak didik ke arah suatu tujuan yang kita nilai tinggi. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa anak didik kepada tujuan itu (Sagala, 2003).
Pada kegiatan belajar mengajar tenaga kependidikan (guru) merupakan suatu komponen yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Guru sebagai tenaga pendidik adalah seseorang atau sekelompok orang yang berprofesi mengelola kegiatan belajar mengajar, serta seperangkat lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar lebih efektif. Berdasarkan atas tugas mengajarnya, maka dia harus mempunyai wewenang mengajar berdasarkan kualifikasi sebagai tenaga pengajar. Kedudukan guru dipahami demikian penting sebagai ujung tombak dalam pembelajaran dan pencapaian mutu hasil belajar peserta didik (Sagala, 2003).
Keberhasilan siswa dalam pembelajaran serta peningkatan mutu sekolah tidak hanya menjadi tanggung jawab kepala sekolah saja, akan tetapi menjadi tanggung jawab bersama antara, guru, orang tua atau masyarakat serta pemerintah. Dalam bidang pendidikan, yang dimaksud dengan mutu memiliki pengertian sesuai dengan makna yang terkandung dalam siklus pembelajaran. Secara ringkas dapat disebutkan beberapa kata kunci pengertian mutu, yaitu: sesuai standar (fitness to standard), sesuai penggunaan pasar/pelanggan (fitness to use), sesuai perkembangan kebutuhan (fitness to latent requirements), dan sesuai lingkungan global (fitness to global environmental requirements). Adapun yang dimaksud mutu sesuai dengan standar, yaitu jika salah satu aspek dalam pengelolaan pendidikan itu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Garvin seperti dikutip Gaspersz mendefinisikan delapan dimensi yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik suatu mutu, yaitu: (1) kinerja (performance), (2) feature, (3) kehandalan (reliability), (4) konfirmasi (conformance), (5) durability, (6) kompetensi pelayanan (servitability), (7) estetika (aestetics), dan (8) kualitas yang dipersepsikan pelanggan yang bersifat subjektif. Dalam pandangan masyarakat umum sering dijumpai bahwa mutu sekolah atau keunggulan sekolah dapat dilihat dari ukuran fisik sekolah, seperti gedung dan jumlah ekstra kurikuler yang disediakan. Ada pula masyarakat yang berpendapat bahwa kualitas sekolah dapat dilihat dari jumlah lulusan sekolah tersebut yang diterima di jenjang pendidikan selanjutnya. Untuk dapat memahami kualitas pendidikan formal di sekolah, perlu kiranya melihat pendidikan formal di sekolah sebagai suatu sistem. Selanjutnya mutu sistem tergantung pada mutu komponen yang membentuk sistem, serta proses yang berlangsung hingga membuahkan hasil.
Kinerja guru menjadi salah satu unsur dalam upaya peningkatan mutu sekolah. Kinerja guru meliputi kedisiplinan guru dan etos kerja. Apabila kedisiplinan telah menjadi budaya sekolah, maka arah pencapaian peningkatan mutu sekolah akan tercapai.
Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah. Budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah. (Akhmad Sudrajat, 2010).
Beberapa manfaat yang bisa diambil dari upaya pengembangan budaya sekolah, diantaranya : (1) menjamin kualitas kerja yang lebih baik; (2) membuka seluruh jaringan komunikasi dari segala jenis dan level baik komunikasi vertikal maupun horisontal; (3) lebih terbuka dan transparan; (4) menciptakan kebersamaan dan rasa saling memiliki yang tinggi; (4) meningkatkan solidaritas dan rasa kekeluargaan; (5) jika menemukan kesalahan akan segera dapat diperbaiki; dan (6) dapat beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan IPTEK. Selain beberapa manfaat di atas, manfaat lain bagi individu (pribadi) dan kelompok adalah : (1) meningkatkan kepuasan kerja; (2) pergaulan lebih akrab; (3) disiplin meningkat; (4) pengawasan fungsional bisa lebih ringan; (5) muncul keinginan untuk selalu ingin berbuat proaktif; (6) belajar dan berprestasi terus serta; dan (7) selalu ingin memberikan yang terbaik bagi sekolah, keluarga, orang lain dan diri sendiri.
Upaya pengembangan budaya sekolah seyogyanya mengacu kepada beberapa prinsip berikut ini.
1. Berfokus pada Visi, Misi dan Tujuan Sekolah. Pengembangan budaya sekolah harus senantiasa sejalan dengan visi, misi dan tujuan sekolah. Fungsi visi, misi, dan tujuan sekolah adalah mengarahkan pengembangan budaya sekolah. Visi tentang keunggulan mutu misalnya, harus disertai dengan program-program yang nyata mengenai penciptaan budaya sekolah.
2. Penciptaan Komunikasi Formal dan Informal. Komunikasi merupakan dasar bagi koordinasi dalam sekolah, termasuk dalam menyampaikan pesan-pesan pentingnya budaya sekolah. Komunikasi informal sama pentingnya dengan komunikasi formal. Dengan demikian kedua jalur komunikasi tersebut perlu digunakan dalam menyampaikan pesan secara efektif dan efisien.
3. Inovatif dan Bersedia Mengambil Resiko. Salah satu dimensi budaya organisasi adalah inovasi dan kesediaan mengambil resiko. Setiap perubahan budaya sekolah menyebabkan adanya resiko yang harus diterima khususnya bagi para pembaharu. Ketakutan akan resiko menyebabkan kurang beraninya seorang pemimpin mengambil sikap dan keputusan dalam waktu cepat.
4. Memiliki Strategi yang Jelas. Pengembangan budaya sekolah perlu ditopang oleh strategi dan program. Startegi mencakup cara-cara yang ditempuh sedangkan program menyangkut kegiatan operasional yang perlu dilakukan. Strategi dan program merupakan dua hal yang selalu berkaitan.
5. Berorientasi Kinerja. Pengembangan budaya sekolah perlu diarahkan pada sasaran yang sedapat mungkin dapat diukur. Sasaran yang dapat diukur akan mempermudah pengukuran capaian kinerja dari suatu sekolah.
6. Sistem Evaluasi yang Jelas. Untuk mengetahui kinerja pengembangan budaya sekolah perlu dilakukan evaluasi secara rutin dan bertahap: jangka pendek, sedang, dan jangka panjang. Karena itu perlu dikembangkan sistem evaluasi terutama dalam hal: kapan evaluasi dilakukan, siapa yang melakukan dan mekanisme tindak lanjut yang harus dilakukan.
7. Memiliki Komitmen yang Kuat. Komitmen dari pimpinan dan warga sekolah sangat menentukan implementasi program-program pengembangan budaya sekolah. Banyak bukti menunjukkan bahwa komitmen yang lemah terutama dari pimpinan menyebabkan program-program tidak terlaksana dengan baik.
8. Keputusan Berdasarkan Konsensus. Ciri budaya organisasi yang positif adalah pengembilan keputusan partisipatif yang berujung pada pengambilan keputusan secara konsensus. Meskipun hal itu tergantung pada situasi keputusan, namun pada umumnya konsensus dapat meningkatkan komitmen anggota organisasi dalam melaksanakan keputusan tersebut.
9. Sistem Imbalan yang Jelas. Pengembangan budaya sekolah hendaknya disertai dengan sistem imbalan meskipun tidak selalu dalam bentuk barang atau uang. Bentuk lainnya adalah penghargaan atau kredit poin terutama bagi siswa yang menunjukkan perilaku positif yang sejalan dengan pengembangan budaya sekolah.
10. Evaluasi Diri. Evaluasi diri merupakan salah satu alat untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi di sekolah. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan curah pendapat atau menggunakan skala penilaian diri. Kepala sekolah dapat mengembangkan metode penilaian diri yang berguna bagi pengembangan budaya sekolah. Halaman berikut ini dikemukakan satu contoh untuk mengukur budaya sekolah.
Selain mengacu kepada sejumlah prinsip di atas, upaya pengembangan budaya sekolah juga seyogyanya berpegang pada asas-asas berikut ini:
1. Kerjasama tim (team work). Pada dasarnya sebuah komunitas sekolah merupakan sebuah tim/kumpulan individu yang bekerja sama untuk mencapai tujuan. Untuk itu, nilai kerja sama merupakan suatu keharusan dan kerjasama merupakan aktivitas yang bertujuan untuk membangun kekuatan-kekuatan atau sumber daya yang dimilki oleh personil sekolah.
2. Kemampuan. Menunjuk pada kemampuan untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawab pada tingkat kelas atau sekolah. Dalam lingkungan pembelajaran, kemampuan profesional guru bukan hanya ditunjukkan dalam bidang akademik tetapi juga dalam bersikap dan bertindak yang mencerminkan pribadi pendidik.
3. Keinginan. Keinginan di sini merujuk pada kemauan atau kerelaan untuk melakukan tugas dan tanggung jawab untuk memberikan kepuasan terhadap siswa dan masyarakat. Semua nilai di atas tidak berarti apa-apa jika tidak diiringi dengan keinginan. Keinginan juga harus diarahkan pada usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan dan kompetensi diri dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai budaya yang muncul dalam diri pribadi baik sebagai kepala sekolah, guru, dan staf dalam memberikan pelayanan kepada siswa dan masyarakat.
4. Kegembiraan (happiness). Nilai kegembiraan ini harus dimiliki oleh seluruh personil sekolah dengan harapan kegembiraan yang kita miliki akan berimplikasi pada lingkungan dan iklim sekolah yang ramah dan menumbuhkan perasaan puas, nyaman, bahagia dan bangga sebagai bagian dari personil sekolah. Jika perlu dibuat wilayah-wilayah yang dapat membuat suasana dan memberi nuansa yang indah, nyaman, asri dan menyenangkan, seperti taman sekolah ditata dengan baik dan dibuat wilayah bebas masalah atau wilayah harus senyum dan sebagainya.
5. Hormat (respect). Rasa hormat merupakan nilai yang memperlihatkan penghargaan kepada siapa saja baik dalam lingkungan sekolah maupun dengan stakeholders pendidikan lainnya. Keluhan-keluhan yang terjadi karena perasaan tidak dihargai atau tidak diperlakukan dengan wajar akan menjadikan sekolah kurang dipercaya. Sikap respek dapat diungkapkan dengan cara memberi senyuman dan sapaan kepada siapa saja yang kita temui, bisa juga dengan memberikan hadiah yang menarik sebagai ungkapan rasa hormat dan penghargaan kita atas hasil kerja yang dilakukan dengan baik. Atau mengundang secara khusus dan menyampaikan selamat atas prestasi yang diperoleh dan sebagaianya.
6. Jujur (honesty). Nilai kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam lingkungan sekolah, baik kejujuran pada diri sendiri maupun kejujuran kepada orang lain. Nilai kejujuran tidak terbatas pada kebenaran dalam melakukan pekerjaan atau tugas tetapi mencakup cara terbaik dalam membentuk pribadi yang obyektif. Tanpa kejujuran, kepercayaan tidak akan diperoleh. Oleh karena itu budaya jujur dalam setiap situasi dimanapun kita berada harus senantiasa dipertahankan. Jujur dalam memberikan penilaian, jujur dalam mengelola keuangan, jujur dalam penggunaan waktu serta konsisten pada tugas dan tanggung jawab merupakan pribadi yang kuat dalam menciptakan budaya sekolah yang baik.
7. Disiplin (discipline). Disiplin merupakan suatu bentuk ketaatan pada peraturan dan sanksi yang berlaku dalam lingkungan sekolah. Disiplin yang dimaksudkan dalam asas ini adalah sikap dan perilaku disiplin yang muncul karena kesadaran dan kerelaan kita untuk hidup teratur dan rapi serta mampu menempatkan sesuatu sesuai pada kondisi yang seharusnya. Jadi disiplin disini bukanlah sesuatu yang harus dan tidak harus dilakukan karena peraturan yang menuntut kita untuk taat pada aturan yang ada. Aturan atau tata tertib yang dipajang dimana-mana bahkan merupakan atribut, tidak akan menjamin untuk dipatuhi apabila tidak didukung dengan suasana atau iklim lingkungan sekolah yang disiplin. Disiplin tidak hanya berlaku pada orang tertentu saja di sekolah tetapi untuk semua personil sekolah tidak kecuali kepala sekolah, guru dan staf.
8. Empati (empathy). Empati adalah kemampuan menempatkan diri atau dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain namun tidak ikut larut dalam perasaan itu. Sikap ini perlu dimiliki oleh seluruh personil sekolah agar dalam berinteraksi dengan siapa saja dan dimana saja mereka dapat memahami penyebab dari masalah yang mungkin dihadapai oleh orang lain dan mampu menempatkan diri sesuai dengan harapan orang tersebut. Dengan sifat empati warga sekolah dapat menumbuhkan budaya sekolah yang lebih baik karena dilandasi oleh perasaan yang saling memahami.
9. Pengetahuan dan Kesopanan. Pengetahuan dan kesopanan para personil sekolah yang disertai dengan kemampuan untuk memperoleh kepercayaan dari siapa saja akan memberikan kesan yang meyakinkan bagi orang lain. Dimensi ini menuntut para guru, staf dan kepala sekolah tarmpil, profesional dan terlatih dalam memainkan perannya memenuhi tuntutan dan kebutuhan siswa, orang tua dan masyarakat.
Penerapan budaya sekolah termasuk penerapan disiplin semua warga sekolah dapat terwujud apabila semua warga sekolah mempunyai komitmen yang kuat untuk mewujudkannya.
Penerapan disiplin warga sekolah, khususnya disiplin guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar sangat berkit kepada kinerja guru itu sendiri. Kinerja atau prestasi kerja guru dalam mengemban tugas keprofesionalan seperti mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi merupakan aspek utama dalam meningkatkan kecerdasan siswa yang membawa pada peningkatan mutu pendidikan yang diselenggarakan. Kinerja diartikan sebagai tingkat atau derajat pelaksanaan tugas seseorang atas dasar kompetensi yang dimilikinya. Istilah kinerja tidak dapat dipisahkan dengan bekerja karena kinerja merupakan hasil dari proses bekerja. Dalam konteks tersebut maka kinerja adalah hasil kerja dalam mencapai suatu tujuan atau persyaratan pekerjaan yang telah ditetapkan. Kinerja dapat dimaknai sebagai ekspresi potensi seseorang berupa perilaku atau cara seseorang dalam melaksanakan tugas, sehingga menghasilkan suatu produk (hasil kerja) yang merupakan wujud dari semua tugas serta tanggung jawab pekerjaan yang diberikan kepadanya.
Apabila disiplin guru telah dilaksanakan dengan baik dan kinerja guru juga baik, serta didukung oleh faktor-faktor lain yang mendukung maka akan tercipta kondisi sekolah yang kondusif yang pada akhirnya tujuan sekolah untuk menjadi sekolah yang bermutu akan dapat tercapai
Disiplin adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Adapun arti kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Sedangkan arti kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan baik yang tertulis maupun tidak (Hasibuan ,1997:212). Menurut Davis disiplin kerja dapat diartikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi (Mangkunegara, 2000 : 129).
Disiplin pada hakikatnya adalah kemampuan untuk mengendalikan diri dalam bentuk tidak melakukan sesuatu tindakan yang tidak sesuai dan bertentangan dengan sesuatu yang telah ditetapkan dan melakukan sesuatu yang mendukung dan melindungi sesuatu yang telah ditetapkan. Dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan disiplin diri, disiplin belajar dan disiplin kerja. Disiplin kerja merupakan kemampuan seseorang untuk secara teratur, tekun secara terus-menerus dan bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dengan tidak melanggar aturan-aturan yang sudah ditetapkan. Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisplinan karyawan suatu organisasi di antaranya ialah : (1) tujuan dan kemampuan, (2) teladan pimpinan, (3) balas jasa (gaji dan kesejahteraan), (4) keadilan, (5) waskat (pengawasan melekat), (6) sanksi hukuman, (7) ketegasan, dan (8) hubungan kemanusiaan (Hasibuan, 1997:213).
Disiplin juga merupakan salah satu fungsi manajemen sumber daya manusia yang penting dan merupakan kunci terwujudnya tujuan, karena tanpa adanya disiplin maka sulit mewujudkan tujuan yang maksimal (Sedarmayanti, 221:10).
Heidjrachman dan Husnan, (2002: 15) mengungkapkan “Disiplin adalah setiap perseorangan dan juga kelompok yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah” dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang diperlukan seandainya tidak ada perintah”. Menurut Davis (2002: 112) “Disiplin adalah tindakan manajemen untuk memberikan semangat kepada pelaksanaan standar organisasi, ini adalah pelatihan yang mengarah pada upaya membenarkan dan melibatkan pengetahuan-pengetahuan sikap dan perilaku pegawai sehingga ada kemauan pada diri pegawai untuk menuju pada kerjasama dan prestasi yang lebih baik”.
Disiplin itu sendiri diartikan sebagai kesediaan seseorang yang timbul dengan kesadaran sendiri untuk mengikuti peraturan-peratuan yang berlaku dalam organisasi. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil telah diatur secara jelas bahwa kewajiban yang harus ditaati oleh setiap pegawai negeri sipil merupakan bentuk disiplin yang ditanamkan kepada setiap pegawai negeri sipil. Menurut Handoko (2001: 208) disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional. Ada dua tipe kegiatan pendisiplinan yaitu preventif dan korektif. Dalam pelaksanaan disiplin, untuk memperoleh hasil seperti yang diharapkan, maka pemimpin dalam usahanya perlu menggunakan pedoman tertentu sebagai landasan pelaksanaan.
Menurut Nitisemito (1986:199) menyatakan masalah kedisiplinan kerja, merupakan masalah yang perlu diperhatikan, sebab dengan adanya kedisiplinan, dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan menurut Greenberg dan Baron (1993:104) memandang disiplin melalui adanya hukuman. Disiplin kerja, pada dasarnya dapat diartikan sebagai bentuk ketaatan dari perilaku seseorang dalam mematuhi ketentuan-ketentuan ataupun peraturan-peraturan tertentu yang berkaitan dengan pekerjaan, dan diberlakukan dalam suatu organisasi atau perusahaan (Subekti D., 1995).
Dilihat dari sisi manajemen, terjadinya disiplin kerja itu akan melibatkan dua kegiatan pendisiplinan :
1. Preventif, pada pokoknya, dalam kegiatan ini bertujuan untuk mendorong disiplin diri di antara para karyawan, agar mengikuti berbagai standar atau aturan. Sehingga penyelewengan kerja dapat dicegah.
2. Korektif, kegiatan yang ditujukan untuk menangani pelanggaran terhadap aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut (Heldjrachman dkk, 1990).
Perlu disadari bahwa untuk menciptakan disiplin kerja dalam organisasi/perusahaan dibutuhkan adanya :
a. Tata tertib/ peraturan yang jelas.
b. Penjabaran tugas dari wewenang yang cukup jelas.
c. Tata kerja yang sederhana, dan mudah diketahui oleh setiap anggota dalam organisasi.
Menurut Byars and Rue (1995:357) menyatakan ada beberapa hal yang dapat dipakai, sebagai indikasi tinggi rendahnya kedisplinan kerja karyawan, yaitu : Ketepatan waktu, kepatuhan terhadap atasan, peraturan terhadap perilaku terlarang, ketertiban terhadap peraturan yang berhubungan langsung dengan produktivitas kerja. Sedangkan De Cenzo dan Robbins (1994:451) mengemukakan tipe permasalahan dalam kedisiplinan, antara lain : kehadiran, perilaku dalam bekerja (dalam lingkungan kerja), ketidakjujuran, aktivitas di luar lingkungan kerja.
Melalui disiplin pula timbul keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturan organisasi dan norma sosial. Namun tetap pengawasan terhadap pelaksanaan disiplin tersebut perlu dilakukan. Disiplin kerja adalah persepsi guru terhadap sikap pribadi guru dalam hal ketertiban dan keteraturan diri yang dimiliki oleh guru dalam bekerja di sekolah tanpa ada pelanggaran-pelanggaran yang merugikan dirinya, orang lain, atau lingkungannya.
Dalam upaya penerapan kedisiplinan guru pada kehadiran dikelas dalam kegiatan belajar mengajar, bisa ditempuh dengan beberapa upaya. Adapun upaya dalam meningkatkan disiplin guru adalah sebagai berikut: (a) sekolah memiliki sistem pengendalian ketertiban yang dikelola dengan baik, (b) adanya keteladanan disiplin dalam sikap dan prilaku dimulai dari pimpinan sekolah, (c) mewajibkan guru untuk mengisi agenda kelas dan mengisi buku absen yang diedarkan oleh petugas piket, (d) pada awal masuk sekolah kepala sekolah bersama guru membuat kesepakatan tentang aturan kedisiplinan, (e) memperkecil kesempatan guru untuk ijin meninggalkan kelas, dan (f) setiap rapat pembinaan diumumkan frekuensi pelanggaran terendah. Dengan strategi tersebut diatas kultur disiplin guru dalam kegiatan pembelajaran bisa terpelihara dengan baik, suasana lingkungan belajar aman dan terkendali sehingga siswa bisa mencapai prestasi belajar yang optimal.
Sekolah yang menegakkan disiplin akan menjadi sekolah yang berkualitas, baik dari segi apapun juga, benarkah itu? Ini adalah bahasan sekilas dari satu sisi namun justru sangat primer (proses belajar-mengajar saja), tapi ini banyak terjadi di beberapa sekolah. Konon bagaimanapun atau apapun model dan kualitas inputnya semua akan menjadi berkualitas, semua bisa dilakukan lewat disiplin. Mungkin ada benarnya. Setidaknya membuat lingkungan sekolah berdisiplin, terutama disiplin dalam belajar dan proses mengajar. Setidaknya pengkondisian dalam soal disiplin akan membuat image tersendiri di lingkungan sekitar tentang kondisi sekolah. Disiplin di sini diartikan ketaatan pada peraturan. Dari sini semuanya bermula,sebelum disiplin diterapkan perlu dibuat peraturan atau tata tertib yang benar-benar realistik menuju suatu titik, yaitu kualitas tadi. Lalu mengapa banyak sekolah yang mutunya rendah baik ditinjau dari nilai-nilai siswa, kinerja personal sekolah. Jawabanya mungkin disebabkan masih belum jelasnya peraturan sehingga tidak mudah diaplikasikan, atau buruknya pengawalan penerapan peraturan itu. Dalam hal ini kekurangkonsistenan semua pihak. Bahkan kadang gurupun tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam kelas, sehingga ia hanya mengajar apa adanya terkesan menghabiskan waktu mengajar saja.
Banyak hal yang harus ditangani dalam ranah pendidikan di sekolah, tapi jika itu terlalu berat mungkin bisa saja sedikit dikurangi hanya untuk hal belajar dan mengajar saja. Selama ini yang terjadi di beberapa sekolah adalah seringnya kelas kosong saat jam belajar. Ini dikarenakan guru tidak masuk kelas dan tanpa ada tugas yang harus dikerjakan siswa. Ketidak masukan guru itu bisa saja karena kepentingan dinas atau yang lain.
Ketidak tepatan dalam hal guru masuk kelas sehingga jeda waktu pergantian jam bisa dimanfaatkan siswa untuk melakukan tindakan indisipliner. Komitmen guru dalam hal ini kadang sering menjadi penyebabnya. Dalam manajemen sekolah, biasanya pengawasan banyak yang tidak bisa berjalan dengan baik, lebih-lebih jika komitmen guru dan siswa rendah maka sekolah-pun akhirnya sulit majunya.
Penerapan disiplin dapat ditegakan melalui pemberian reward and punishment. Reward dan punishment merupakan dua bentuk metode dalam memotivasi seseorang untuk melakukan kebaikan dan meningkatkan prestasinya. Kedua metode ini sudah cukup lama dikenal dalam dunia kerja. Tidak hanya dalam dunia kerja, dalam dunia penidikan pun kedua ini kerap kali digunakan. Namun selalu terjadi perbedaan pandangan, mana yang lebih diprioritaskan antara reward dengan punishment?
Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Dalam konsep manajemen, reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para pegawai. Metode ini bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya. Sementara punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi. Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang positif, maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang supaya mereka jangan membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik. Pada dasarnya keduanya sama-sama dibutuhkan dalam memotivasi seseorang, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam meningkatkan kinerjanya. Keduanya merupakan reaksi dari seorang pimpinan terhadap kinerja dan produktivitas yang telah ditunjukkan oleh bawahannya; hukuman untuk perbuatan jahat dan ganjaran untuk perbuatan baik. Melihat dari fungsinya itu, seolah keduanya berlawanan, tetapi pada hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih baik, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam bekerja.
Reward dan punishment dikenal sebagai ganjaran, merupakan dua metode yang lazim diterapkan di sebuah organisasi, instansi, atau perusahaan yang menargetkan adanya produktivitas kerja yang tinggi dari para karyawannya.
Menurut Amaryllia, konsultan manajemen dan strategi dari Sien Consultan, dalam sejarahnya, reward dan punishment kali pertama banyak diterapkan di bidang penjualan (sales). Namun, kini metode tersebut banyak diadopsi oleh organisasi, perusahaan yang bergerak di pelbagi bidang, bahkan dunia pendidikan.
Penerapan reward dan punishment dalam dunia pendidikan dapat diterapkan sepanjang hal tersebut tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Penerapan reward dan punishment juga tidak hanya diterapkan kepada siswa yang berprestasi atau yang melanggar tata-tertib, tetapi juga dapat diterapkan kepada guru – guru agar mereka berdisiplin dalam mengajar untuk memenuhi tugas mereka memberikan pelajaran kepada siswanya.
Reward dan punishment merupakan dua bentuk metode dalam memotivasi seseorang untuk melakukan kebaikan dan meningkatkan prestasinya. Kedua metode ini sudah cukup lama dikenal dalam dunia kerja. Tidak hanya dalam dunia kerja, dalam dunia penidikan pun kedua ini kerap kali digunakan. Namun selalu terjadi perbedaan pandangan, mana yang lebih diprioritaskan antara reward dengan punishment?
Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Dalam konsep manajemen, reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para pegawai. Metode ini bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya.
Sementara punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi. Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang positif; maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang supaya mereka jangan membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik.
Pada dasarnya keduanya sama-sama dibutuhkan dalam memotivasi seseorang, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam meningkatkan kinerjanya. Keduanya merupakan reaksi dari seorang pimpinan terhadap kinerja dan produktivitas yang telah ditunjukkan oleh bawahannya; hukuman untuk perbuatan jahat dan ganjaran untuk perbuatan baik. Melihat dari fungsinya itu, seolah keduanya berlawanan, tetapi pada hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih baik, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam bekerja. Dalam proses penataan birokrasi menjadi efektif lagi menyenangkan, hendaklah pemerintah dengan tegas memperhatikan dan menata sistem reward dan punishment. Hal ini harus diimplemntasikan sampai level bawah pemerintahan. Dengan begitu, diharapkan kualitas birokrasi meningkat, begitu pula kinerja aparat birorasi dalam dunia kerja semakin bermutu. Reward yang diberikan pun harus secara adil dan bijak. Jika tidak, reward malah menimbulkan rasa cemburu dan ”persaingan yang tidak sehat” serta memicu rasa sombong bagi pegawai yang memperolehnya. Tidak pula membuat seseorang terlena dalam pujian dan hadiah yang diberikan sehingga membuatnya lupa diri. Oleh karena itu, prinsip keadilan sangat dibutuhkan dalam pemberian reward.
Sebaliknya, jika punishment memang harus diberlakukan, maka laksanakanlah dengan cara yang bijak lagi mendidik, tidak boleh sewenang-wenang, tidak pula menimbulkan rasa kebencian yang berlebihan sehingga merusak tali silaturrahim. Dalam proses penataan birokrasi, hendaknya punishment yang diberikan kepada pegawai yang melanggar aturan telah disosialisasikan sebelumnya. Dan sebaiknya sanksi itu sama-sama disepakati, sehingga mendorong si terhukum untuk bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan ikhlas.
Selanjutnya hukuman yang diberikan bukanlah dengan kekerasan, tetapi diberikan dengan ketegasan. Jika hukuman dilakukan dengan kekerasan, maka hukuman tidak lagi memotivasi seseorang berbuat baik, melainkan membuatnya merasa takut dan benci sehingga bisa menimbulkan pemberontakan batin. Di sinilah dibutuhkan skill dari para pimpinan atau si pemberi punishment sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai secara efektif.
Dalam konteks pembelajaran dikelas yang berkaitan dengan kedisiplinan guru dalam melaksanakan tugas, penerapan metode reward dan punishment juga dapat meningkatkan motivasi guru untuk hadir tepat waktu pada kegiatan pembelajaran didalam kelas.
Bukanlah hal yang aneh kalau siswa sering mengeluh tentang ketidakhadiran guru dalam kegiatan belajar mengajar. Tidak pula asing kita dengan siswa mengeluh tentang adanya guru yang menyampaikan pelajaran kurang dari waktu yang telah ditentukan, atau menyampaikan materi seadanya. Yang ironis, ada pula guru yang menuliskan kehadirannya di kelas padahal sebenarnya ia tidak menyampaikan pelajaran kepada siswanya. Hal seperti ini tentu sangat mengecewakan siswa yang serius untuk mengikuti perkuliahan.
Bagi guru, ketidakhadiran dalam mengajar sesuai jadwal terkadang merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan, mengingat suatu kali mereka mempunyai keperluan yang mendadak dalam waktu yang sama sehingga tidak mengajar. Namun hal demikian menjadi tidak wajar jika ketidak hadiran atau keterlambatan mengajar dikelas selalu dan sering terjadi.
Hal ini berdampak buruk terhadap proses pembelajaran. Pertama, siswa menjadi kecewa, dan hal ini dapat menurunkan motivasi belajar mereka. Siswa memperoleh contoh yang buruk tentang kedisiplinan. Kedua, guru yang mengajar dengan sungguh-sungguh merasa usahanya menjadi sia-sia dan sekaligus kecewa. Apa yang mereka bangun dipatahkan oleh rekan seprofesinya. Belum lagi, apabila guru yang disiplin dalam mengajar, memperoleh pendapatan yang sama dengan guru yang jarang mengajar di kelas.
Dampak dari guru yang malas untuk mengajar bukan semata ditanggung mereka namun juga seluruh institusi atau warga sekolah. Perilaku malas untuk mengajar juga bisa menjadi virus bagi guru yang biasanya rajin mengajar
Reward dan punishment merupakan dua bentuk metode dalam memotivasi seseorang untuk melakukan kebaikan dan meningkatkan prestasinya. Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Dalam konsep manajemen, reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para pegawai. Metode ini bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya.
Sementara punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi. Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang positif; maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang supaya mereka jangan membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik.
Pada dasarnya keduanya sama-sama dibutuhkan dalam memotivasi seseorang, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam meningkatkan kinerjanya. Keduanya merupakan reaksi dari seorang pimpinan terhadap kinerja dan produktivitas yang telah ditunjukkan oleh bawahannya; hukuman untuk perbuatan jahat dan ganjaran untuk perbuatan baik. Melihat dari fungsinya itu, seolah keduanya berlawanan, tetapi pada hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih baik, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam bekerja.
Peran reward dan punishment bagi SDM inipun juga harus dibawa menjadi bentuk participative. Likert (1967) menyebutkan dalam salah satu sistem manajemen participative ini mengakui dan berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusiawi para pekerja. Tidak saja kebutuhan faali, tetapi juga kebutuhan-kebutuhan lainnya. Motivasi kerja tidak saja ditimbulkan melalui hadiah-hadiah ekonomis, tetapi juga melalui partisipasi dalam kelompok dan keterlibatannya dalam menentukan tujuantujuan pekerjaannya. Sikap kooperatif dan tenggang rasa (favorable) terhadap para tenaga kerja lainnya dalam organisasi. Bentuk partisipasi pengambilan keputusan dilakukan meluas dalam organisasi. Namun terintegrasi dengan baik. Dalam sistem manajemen ini dapat dikatakan tidak dirasakan adanya hubungan ketergantungan yang tidak seimbang dari bawahan terhadap atasan.
Penerapan lain juga bisa diterapkan bagi karyawan atau aparatur meningkatkan disiplin SDM aparatur yang masih rendah dengan perubahan perilaku yang mendasar. Hal itu terjadi melalui revitalisasi pembinaan kepegawaian dan proses pembelajaran dengan membangun komitmen kuat dalam mengemban tugas sebagai pegawai negeri sipil, disertai pengembangan sistem reward dan punishment yang tepat dan efektif (Bambang Nugroho, 2006). Pemberian rewards and punishments sangat berkaitan dengan terlaksananya kedisiplinan guru dalam kegiatan belajar mengajar dikelas.
Kepala sekolah selaku pemimpin pembelajaran mempunyai peran yang sangat strategis dalam pencapaian tujuan sekolah dalam meningkatkan mutu. Salah satu faktor yang penting adalah adanya keteladanan (contoh) dalam kedisiplinan yang diberikan oleh kepala sekolah. Hal ini seperti falsafah pendidikan yang dikemukakan oleh Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, ”Ing Ngarso Sung Tuladha.”
Kepala sekolah selaku pemimpin pembelajaran harus bisa memberikan contoh kepada semua wara sekolah agar tercipta budaya disiplin disekolah, yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu sekolah.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pentahapan Penelitian Tindakan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Sekolah (PTS). Penelitian tindakan sekolah merupakan “(1) penelitian partisipatoris yang menekankan pada tindakan dan refleksi berdasarkan pertimbangan rasional dan logis untuk melakukan perbaikan terhadap suatu kondisi nyata; (2) memperdalam pemahaman terhadap tindakan yang dilakukan; dan (3) memperbaiki situasi dan kondisi sekolah / pembelajaran secara praktis” (Depdiknas, 2008 : 11-12).
Secara singkat, PTS bertujuan untuk mencari pemecahan permasalahan nyata yang terjadi di sekolah-sekolah, sekaligus mencari jawaban ilmiah bagaimana masalah-masalah tersebut bisa dipecahkan melalui suatu tindakan perbaikan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian tindakan ini ialah pendekatan kualitatif. Artinya, penelitian ini dilakukan karena ditemukan permasalahan rendahnya tingkat kedisiplinan guru dalam kehadiran di sekolah dan dikelas pada proses kegiatan belajar mengajar. Permasalahan ini ditindaklanjuti dengan cara menerapkan sebuah model pembinaan kepada guru berupa penerapan Reward dan Punishment yang dilakukan oleh kepala sekolah, kegiatan tersebut diamati kemudian dianalisis dan direfleksi. Hasil revisi kemudian diterapkan kembali pada siklus-siklus berikutnya.
Penelitian ini adalah penelitian tindakan model Stephen Kemmis dan Mc. Taggart (1998) yang diadopsi oleh Suranto (2000; 49) yang kemudian diadaptasikan dalam penelitian ini. Model ini menggunakan sistem spiral refleksi diri yang dimulai dari rencana, tindakan, pengamatan, refleksi, dan perencanaan kembali yang merupakan dasar untuk suatu ancang-ancang pemecahan masalah. Seperti yang diungkapkan oleh Mills (200;17) “Stephen Kemmis has created a well known representation of the action research spiral …”. Peneliti menggunakan model ini karena dianggap paling praktis dan aktual.
Kegiatan penelitian tindakan sekolah ini, terdiri atas beberapa tahap, yaitu :
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
3. Pengamatan
4. Refleksi
Langkah-langkah penelitian tindakan sekolah dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini :

B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian : SD Negeri Ngawen, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak
2. Waktu Penelitian : 8 September 2011 s.d. 30 September 2011
C. Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian tindakan sekolah ini adalah guru-guru di SD Negeri Ngawen Kecamatan Wedung Kabupaten Demak, sejumlah 17 orang guru, terdiri atas 13 orang guru PNS, dan 4 orang guru Non PNS.
D. Tindakan
Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pemberian reward dan
punishment kepada guru mengenai kedisiplinan guru dalam kehadiran di sekolah dan dikelas dalam proses pembelajaran oleh kepala sekolah. Diharapkan dengan pemberian reward dan punishment yang diberikan oleh kepala sekolah akan terjadi perubahan atau peningkatan kedisiplinan guru. Karena keterbatasan waktu, penelitian tindakan sekolah ini hanya dilaksanakan sebanyak dua siklus. Masing-masing siklus dilaksanakan selama satu minggu.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dari penelitian tindakan sekolah ini adalah melalui data kualitatif yang diperoleh dari observasi, pengamatan, maupun wawancara.

1. Wawancara
Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data dari informan secara langsung. Dalam melakukan wawancara dipergunakan pedoman wawancara yang terbuka.
2. Pengumpulan data sekunder
Teknik ini digunakan untuk mengumpul data sekunder melalui dokumen-dokumen tertulis yang diyakini integritasnya karena mengambil dari berbagai sumber yang relevan dengan penelitian. Pengambilan sumber yang bersifat sekunder ini dapat diperoleh dari hasil dialog bersama kolaborator, data base sekolah, dan lain-lain.
3. Observasi atau pengamatan
Observasi digunakan untuk melengkapi data dari wawancara dan pengumpulan dokumentasi, terutama dalam lingkup masalah penelitian, antara lain mengamati impelementasi kebijakan yang berkaitan dengan kedisiplinan guru dalam kehadiran di sekolah dan dikelas pada kegiatan belajar mengajar.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian tindakan sekolah ini antara lain adalah :
1. Skala Penilaian
2. Lembar Pengamatan
3. Angket

G. Teknik Analisis Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif yang bersumber dari data primer maupun empiris. Melalui analisa data ini, dapat diketahui ada tidaknya peningkatan kedisiplinan guru melalui pemberian reward dan punishment yang merupakan fokus dari penelitian tindakan sekolah ini.
;

HUKUM DAN PENEGAK HUKUM

HUKUM DAN PENEGAK HUKUM

Sebagai makluk pribadi mempunyai sifat, watak, kehendak, dan kepentingannya masing-masing. kehendak dan kepentingan setiap individu mungkin sejalan atau mungkin berbeda bahkan bertentangan dengan kehendak dan kepentingan individulainnya. Bertentangan kepentingan antar individu ini mengakibatkan terganggunyapemenuhan kepentingan para individu itu sendiri. Kebutuhan inilah yang menjadi cikal-bakal terbentuknya tata kehidupan bersama yang di kenal dengan tata kehidupan bermasyarakat. Pergaulan kehidupan manusia dalam masyarakat di atur oleh berbagai macam kaedah atau norma, yang hakikatnya bertujuan untuk menghasilkan kehidupan bersama yang
tertib dan tenteram, di dalam pergaulan hidup tersebut manusia mendapat pengalaman-pengalaman tentang bagaimana memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup, baik kebutuhan pokok maupun kebutuhan-kebutuhan bersifat sekunder atau tersier. Pengalaman-pengalaman tentang bagaimana memenuhi kebutuhan hidup ini menghasilkan nilai-nilai fositif maupun negatif sehingga manusia mempunyai konsepsi-konsepsi abtrak mengenai apa yang baik dan harus di anut ,dan apa yang buruk dan harus di hindari. Sistem nilai tersebut sangat perpengaruh terhadap pola-pola pikiran manusia ,yang merupakan suatu pedoman mental baginya. Pola-pola pikiran manusia mempengaruhi sikapnya atau kecendrungan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu terhadap manusia, benda maupun keadaan-keadaan .sikap-sikap manusia ini selanjutnya membentuk kaedah-kaedah oleh karena manusia cendrung untuk hidup teratur dan manusia-manusia adalah berbeda-beda , oleh sebab itu di perlukan patokan-patokan yang berupa kaedah-kaedah .dengan demikian dapat di katakana bahwa kaedah atau norma merupakan faktor-faktor atau pedoman-pedoman prihal tingkah laku yang di harapkan.di dalam kehidupan manusia sehari-hari,terhadap bagai macam kaedah atau norma yang mengatur peri kehidupannya.berkenaan dengan kaedah-kaedah atau norma tersebut ,kita mengenal berbagai kaedahatau norma yang meliputi norma agama ,norma kesusilaan, norma kesopanan ,normaadat,dan norma hukum.Hukum adalah suatu organisasi paksaan. sebab hukum melekatkan kondisi-kondisitertentu terhadap pengunaan paksaan di dalam hubungan-hubungan antara manusia,pengesahan pengunaan paksaan hanya oleh individu-individu tertentu dan hanya dibawah kondisi-kondisi tertentu.hukum menyebabkan pengunaan paksaan sebagaimonopoli masarakat .sunguh karena monopoli pengunaan tindakan paksaan bahwahokum menciptakan ketentraman masarakat.pedamayan adalah suatu kondisi dimanatidak dapat pengunaan paksaan menurut pengertian ini, hukum hanya memberikan perdamayan relatif ,bukan absolute,dimana hukum mencabut hak para individu untuk mengunakan paksaan tetapi mencadangkan nya kepada masarakat .perdamayan hukumbukan suatu kondisi dari ketidaan paksa mutlak ,suatu keadaan anarkis ;perdamayan hukum adalah suatu kondisi monopoli paksaan ,suatu monopoli paksaan olehmasarakat.di tinjau dari sumber-sumbernya ,hukum hukum dapat kita golongkankedalam klasifikasi berikut.

1.hukum undang-undang
2.hukum persetujuan
3.hukumtraktat(perjanjian antar Negara)
4.hukum kebiasaan dan hukum adat
5.hukum yurifrudensi.

Di tinjau dari bentuknya hukum dapat di bedakan lebih lanjut kedalam berikut ini.

1.hukum tertulis
2.hukum tidak tertulis.

Di tinjau dari sudut kepentingan yang di aturnya, hukum dapat di golongkan ke dalam hukum privat dan hukum publik, hukum seragam, hukum beraneka ragam, hukum beraneka ragam di maksudkan sebagai hukum antar tata hukum. Hukum beraneka ragam antara lain berikut ini.

a.hukum antar waktu
b.hukum antar tempat
c.hukum antargolongan
d.hukum antaragama
e.hukum privatinternasional .

Pergolongan hukum berikutnya adalah pergolongan ataranya hukum formal dengan hukum metrial. Hukum formal sering di samakan dengan hokum acara ,yakni hukumyang mengatur tentang tata cara bagaimana kaida-kaidah hukum
(metrial) di pertahankan atau di laksanakan yang di maksud dengan hukum metrial ialah ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur wujud dari hubungan-hubungan hukum itu sendiri dengan kata lain hukum metrial adalah hukum yang mengatur tentang isi dari hubungan-hubungan hukum.atas dasar tinjauan apa dalam suatu cabang hukum diutamakan tentang keharusan/larangan ataukah tentang sangsinya maka kita dapat membedakan;
1.hukum kaidah(normenrecht)
2.hukum sangsi(sanctienrecht).

Konsep-konsep penting berkenaan dengan peraturan hukum ,yang meliputi norma,saksi ,delik (tindakan pidana), kewajiban hukum, tanggung jawab hukum, dan hak hukum, norma prilaku yang di atur dalam peraturan hukum memuat keharusan-keharusan (gobod) dan atau larangan-larangan (Verbod). Sanksi merupakan konsekuensi dari perbuatan yang dianggap merugikan masyarakatdan yang harus dihindarkan. Sanksi diberikan oleh tata hukum dengan maksud untuk menimbulkan perbuatan tertentu yang dianggap dikehendaki oleh pembuat undang-undang. Sanksi merupakan tindakan memaksa untuk menjamin perbuatan manusiayang dikehendak oleh peraturan hukum. Pada hukum pidana kita kenal sanksi pidana. Berkenaan dengan hukuman pidana, terdapat dua jenis hukuman, yaitu hukuman pokok dan hukuman tambahan. Pasal 10 KUHP menyebutkan “Hukuman-hukuman itu adalahberikut ini.

1. Hukuman-hukuman pokok
a) Hukuman mati.
b) Hukuman penjara.
c) Hukuman kurungan.
d) Hukuman denda.

2. Hukuman-hukuman tambahan
a) Pencabutan dari hak-hak tertentu,
b) Penyitaan dari benda-benda tertentu,
c)Pengumuman dari putusan hakim.

Untuk memahami lebih lanjut tentang norma dan sanksi, perhatikanlah kutipan pasal-pasal dari peraturan hukum berikut. Pasal/ 362 KUHP “Barang siapa mengambil sesuatu benda yang seluruhnya atau sebagian kepunyaanorang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukumkarena salah telah melakukan pencurian,dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun atau dengan. Pasal 1365 KUHP Perdata “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugiantersebut.”Konsep hukum berikutnya adalah “delik”. Dalam hukum pidana istilah delik atau “strafbaar feit” lazim diterjemahkan sebagai tindak pidana, yaitu suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum (wederrechtelijk atau onrechtmatige). Dalam hukum perdata istilah delik tidak lazim digunakan. Untuk menyebut seseorang melakukan delik, biasanya digunakan istilah seseorang telahmelakukan wanprestasi. Namun demikian. Delik-baik dalam lapangan hukum pidanamaupun hukum perdata, dapat didivinisikan sebagai perbuatan seseorang terhadap siapa sanksi sebagai konsekuensi dari perbuatannya itu diancamkan. fakta tentang delik bukan hanya terletak pada suatu perbuatan tertentu saja, melainkanjuga pada akibat-akibat dari perbuatan tersebut. Di dalam ilmu pengetahuan hukum pidana, dikenalbeberapa macam jenis delik (Lamintang, 1984), antara lain dapat dikemukakan sebagaiberikut.

1. Delik formalDelik yang dianggap telah sepenuhnya terlaksana dengan dilakukannya suatu perbuatanyang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Contohnya, Pasal209, 210, 242, 362 KUHP.

2. Delik material Delik yang dianggap telah sepenuhnya terlaksana dengan ditimbulkannya akibatyang dilarang dan diancam dengan hukuman olehundang-undang. Contohnya, Pasal 149, 187, 338, 378 KUHP.

3. Delik komisiDelik yang berupa pelanggaran terhadap larangan (verbod) menurut undang-undang, yang terjadi karena melakukan suatu. Contohnya, Pasal212,263, 285, 362 KUHP.

4. Delik omisi
Delik yang berupa pelanggaran terhadap keharusan (gebod) menurutundang-undang, yang terjadi karena dilalaikannya suatu perbuatan yangdiharuskan. Contohnya, Pasal 217, 218, 224, 397 angka 4 KUHP.

5. Delik kesengajaanDelik yang mengandung unsur kesengajaan. Contohnya, Pasal 338KUHP.

6. Delik kelalaian delik yang mengandung unsur kelalaian. Contoh Pasal 359 KUHP.

7. Delik aduan Delik yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan.Contoh Pasal 72 – 75, 284 ayat (2), 287 ayat (2) KUHP.

8. Delik biasaDelik yang dapat dituntut tanpa diperlukan adanya suatu pengaduan.Contoh Pasal 362, 338 KUHP.

9. Delik umumDelik yang dapat dilakukan oleh setiap orang.

10. Delik khususDelik yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu saja.

Hal-hal yang berkaitan erat dengan konsep delik ialah konsep kewajiban hukum. Konsepkewajiban hukum merupakan pasangan dari konsep norma hukum. Konsep kewajibanhukum menunjuk hanya kepada individu terhadap siapa sanksi ditujukan dalam hal diamelakukan delik. Menurut hukum dia diwajibkan menghindari delik jika delik ituberupa tindakan positif maka dia.diwajibkan untuk tidak melakukan tindakan tersebutjika delik itu berupa kelainan untuk melakukan suatu tindakan tertentu (delik omisi) maka di diwajibkan untuk melakukan tindakan tersebut.dengan demikian,kewajiban hukum adalah kewajiban untuk menghindari delik adalah kewajiban sisubjek untuk “untuk mengetaui`norma hukum.satu konsep yang di hubungkan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tangung jawab hukum, berati dibertangung jawab atas suatu saksi dalam hal melakukan suatu perbuatan yang bertentangan. Perlu untuk membedakan istilah kewajiban hukum dari tanggung jawab hukum tatkala sanksi tidak atau tidak hanya ditujukan kepada pelaku delik langsung, melainkan juga kepada para individu lain yang menurut hukum mempunyai hubungan dengan pelaku langsung. Dalam hukum masyarakat beradab, individu yang diwajibkan kepada perbuatan tertentu, dalam keadaan normal adalah juga orang yang bertanggung jawab atas perbuatan tersebut. Biasanya orang bertanggung jawab hanya terhadap perbuatannya sendiri, bertanggung jawab terhadap delik yang dilakukannya sendiri. Tetapi ada kasus-kasus kekecualian di mana seseorang menjadi bertanggung jawab terhadap perbuatan yang merupakan kewajiban dari seseorang lainnya, menjadi bertanggung jawab terhadap suatu delik yang dilakukan oleh orang lain. Tanggung jawab dan juga kewajiban menunjuk kepada delik itu juga, tetapi kewajiban selalu menunjuk kepada delik dari pelaku itu sendiri, sementara tanggung jawab seseorang dapat menunjuk kepada suatu delik yang dilakukan oleh orang lain. Norma hukum mengandung kewajiban dan tanggung jawab. Norma hukum mengandung arti kewajiban dalam hubungan dengan orang yang berpotensi sebagai pelaku delik; pelaku delik, tetapi juga terhadap individu-individu lainnya yang mempunyai suatu hubungan yang ditentukan menurut hukum dengan si pelaku delik. Pelaku delik adalah seseorang yang perbuatannya karena telah ditentukan oleh tata hukum, merupakan kondisi dari suatu sanksi yang ditujukan terhadapnya atau terhadap individu lainnya yang mempunyai suatu hubungan yang ditentukan menurut hukum dengan pelaku delik Subjek. Konsep kewajiban biasanya dibedakan dari konsep hak , kita hanya berkepentingan dengan istilah hak hukum. Orang lazim membuat perbedaan antara 2 hak macam hak yaitu:

(1) jus is rem,yaitu hak atau suatu barang dan
(2) jus is personam, yaitu hak untuk menuntut seorang untuk menurut sesuatu caratertentu yakni hak atas perbuatan seorang lainya.

Jika hak itu adalah hukum maka hak tersebut harus merupaka hak atas perbuatanseseorang lainnya ,atas perbuatan yang menurut hukum merupakan kewajiban dariseorang lainnya .hak hukum masarakat kan kewajiban dari seseorang lainnya .kewajibanini adalah dengan sendirinya tatkala kita berbicara tentang suatu hak atas perbuatan diriseseorang lainya.Keberadaan atau ketidak hak masarakat suatu norma umum yang mengatur perbuatanmanusia.oleh sebap itu jika ada suatu pernyataan tentang hak hukum maka suatuperaturan hukum harus di saratkan .tidak tidak mungkin ada hak hukum sebelum ada hukum itu sendiri. selama suatu hak tidak“dijamin“oleh peraturan hukum maka hak itubelum merupakan hak hukum Hak ini dibuat menjadi hak hukum pertama-tama oleh jaminan dan peraturan hukum. Ini berarti bahwa hukum mendahului atau bersamaandengan hak tersebut.Berkenaan dengan hak dan kewajiban tersebut di atas, lazim dibedakan dua kerakteryang berbeda, yaitu, hak dan kewajiban mutlak di satu pihak dan hak dan kewajibanrelatif di pihak lainnya. Kewajiban relative adaah kewajiban yang dimiliki seseorangrelatif terhadap seseorang individu yang di tunjuk sementara kewajiban mutlak adalahkewajiban yang dimiliki orang terhadap sejumlah individu tak terbatas atau terhadapsemua individu lainya. Untuk menjalankan hukum sebagaimana mestinya makadibentuk lembag Penegakan hukum
(law enforcers), antara lain Kepolisian, yangberpungsi utama sebagai lembaga penyidik; Kejaksaan, yang sebagai lembaga penuntut;Kehakiman, yang berfunsi sebagai lembaga pemutus/pengadilan, dan lembagaPenasihat atau bantuan hukum.

A.KEPOLISIAN

Kepolisian negara ialah alat penegak hukum yang terutama bertugas memeliharakeamanan di dalam negeri. Dalam kaitannya dengan hukum hususnya Hukum acaraPidana, Kepolisian negara bertindak sebagai penyelidik dan penyidik. Menurut Pasal 4UU nomor 8 tahun 198 tentang undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHP),Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara RI. Penyelidik mempunyai wewenang.
1. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak Pidana;
2. mencari keterangan dan barang bukti;
3. menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan sertamemeriksa tanda pengenal diri;
4. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:
1. penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan;
2. pemeriksaan dan penyitaan surat;
3. mengambil sidikjari dan memotret seseorang;
4. membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.

Hukum itu sendiri selama suatu hak tidak “dijamin“ oleh peraturan hukum maka hak itu belum merupakan hak hukum. Hak ini dibuat menjadi hak hukum pertama-tama oleh jaminan dan peraturan hukum. Ini berarti bahwa hukum mendahului atau bersamaan dengan hak tersebut. Berkenaan dengan hak dan kewajiban tersebut di atas, lazim dibedakan dua kerakteryang berbeda, yaitu, hak dan kewajiban mutlak di satu pihak dan hak dan kewajiban relatif di pihak lainnya. Kewajiban relative adaah kewajiban yang dimiliki seseorang relatif terhadap seseorang individu yang di tunjuk sementara kewajiban mutlak adalahkewajiban yang dimiliki orang terhadap sejumlah individu tak terbatas atau terhadap semua individu lainya. Untuk menjalankan hukum sebagaimana mestinya makadi bentuk lembaga Penegakan hukum (law enforcers), antara lain Kepolisian, yangberpungsi utama sebagai lembaga penyidik; Kejaksaan, yang sebagai lembaga penuntut; Kehakiman, yang berfunsi sebagai lembaga pemutus/pengadilan, dan lembaga Penasihat atau bantuan hukum.

Setelah itu, penyelidik berwewenang membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan tersebut di atas kepada penyidik. Selain penyelidik, polisi bertindak pula sebagai penyidik. Menurut Pasal6 UU No. 8/1981 yang bertindak sebagai penyidik, yaitu:

1. pejabat Polisi negara Republik Indonesia;
2.pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

B. KEJAKSAAN

Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan keputusan pengadilan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap. Jadi, Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan.Berdasarkan penjelasan tersebut maka Jaksa
(penuntut umum) berwewenang, antaralain untuk;

a) menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan;
b) membuat suratdakwaan;
c) melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri sesual dengan peraturan yangberlaku;
d) menuntut pelaku perbuatan melanggar hukum (tersangka) dengan hukuman tertentu; e) melaksanakan penetapan hakim, dan lain-lain.

Khusus dalam bidang Pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang untuk :
(1) melakukan penuntutan dalam perkara pidana;
(2) melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan
(3) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan lepas bersyarat (yaitukeputusan yang dikeluarkan oleh menteri kehakiman)
(4) melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaantambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

C. KEHAKIMAN

Kehakiman merupakan suatu lembaga yang diberi kekuasaan untuk mengadili.Sedangkan Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Menurut Pasal 1 UU nomor 8/1981 mengadili adalahserangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana
berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal danmenurut cara yang diatur dalam undang-undang tersebut.dalam Pasal 5 UU Nomor 14 Tahun 1970 ditegaskan bahwa pengadilan mengadilimenurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Demikian pula dalam Pasal 1disebutkan bahwa . Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdekauntuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkanPancasila, demi terselenggaranya negara Hukum RI,Dalam Pasal 10 ayat 1 Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan olehbadan pengadilan dalam 4 lingkungan, yaitu :

(1) Peradilan Umum
(2) Peradilan Agama
(3) Peradilan Milker
(4).Peradilan Tata Usaha Negara.

Keempat lingkungan peradilan tersebut, masing-masing mempunyai lingkungan wewenang mengadili tertentu dan meliputi badan peradilan secara bertingkat. Peradilan militer, peradilan Agama, dan peradilan Tata Usaha Negara merupakan peradilan khusus karena mengadili perkara-perkara tertentu atau mengadili golongan rakyat tertentu. Sedangkan peradilan umum merupakan peradilan bagi rakyat pada umumnya abaik mengenai perkara Perdata maupun perkara Pidana.

Pembelajaran Materi Hukum dan Penegakan Hukum

Oleh sebab itu, pendidikan hukum sebagai salah satu bentuk upaya penanaman kesadaran akan norma tingkah laku dalam masyarakat, dipandang sangat strategis untuk diberikan pada seluruh jenis dan jenjang pendidikan persekolahan. Penanaman nilai-nilai dan norma-norma sosial kemasyarakatan merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari proses sosialisasi anak menuju realita kehidupan yang sesungguhnya di masyarakat. Program pendidikan hukum (law-related education) di persekolahan hendaknyadiarahkan untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan yangdiperlukan agar mereka kelak dapat berpartisipasi secara efektif dalam lembaga-lembaga hukum. Tujuan utama dari pendidikan hukum, seperti dikemukakan oleh Bank (1977: 258-259) adalah untuk membantu siswa mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh hak-hak hukumnya secaramaksimum dalam masyarakat. Center for Civic Education (CCE) dalam National Standards for Civics and Government (1997) mengembangkan sejumlahbahan ajar yang berkaitan dengan pendidikan hukum, antara lain meliputi:

(1) fungsi dan tujuan dari peraturan dan hukum,
(2) kedudukan hukum dalamsistem pemenntahan konstitusional,
(3) perlindungan hukum terhadap hak-hak ind.vidu,
(4) kriteria untuk mengevaluasi peraturan dan hukum
(5) hak warga negara, dan
(6) tanggung jawab warga negara.

Dengan menyimak paparan di atas maka pendidikan hukum hendaknya diarahkan pada pembelajaran materi hukum dan penegakan hukum. Pembelajaran tentang materi hukum bertujuan untuk membekali siswa dengan sejumlah pengetahuan tentang norma-norma hukum yang mempengaruhi kehidupannya sehingga tumbuh kesadaran hukum pada diri mereka yang pada gilirannya mereka dapat menampilkan kepatuhan secara sukarela dan sikap menghormati terhadap norma-norma hukum yang berlaku. Dipihak lain, pembelajaran tentang sistem peradilan dan lembaga-lembaga penegakan hukum diharapkan dapat membekali siswa dengan mekanisme, kelembagaan dan sistem peradilan dalam menegakkan norma-norma hukum. Keadaan hidup manusia dalam masyarakat modern dewasa ini berubah sangat pesat. oleh sebab itu, pembelajaran di abad sekarang ini hendaknya memperhatikan arus danlaju perubahan yang terjadi. Pembelajaran perlu membina pola berpikir, keterampilan dan kebiasaan, yang terbuka dan tanggap, yang mampu menyesuaikan diri secara manusiawi dengan perubahan. Kalau tujuan pembelajaran adalah menumbuhkan dan menyempurnakan pola laku, membina kebiasaan dan kemahiran menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah-ubah maka metode pembelajaran harus mampu mendorong proses pertumbuhan dan penyempurnaan pola laku, membina kebiasaan,dan mengembangkan kemahiran untuk menyesuaikan diri. Hal lainnya yang perlu diperhatikan sebagai prinsip pembelajaran adalah:

(1) tingkat kesulitan, dan
(2) tingkat kemampuan berpikir.

Tingkat kesulitan berkenaan dengan beban belajar (learning task), sedangkan tingkatkemampuan berpikir berkenaan dengan kemampuan kognitif siswa. Kemampuanberpikir, menurut sejumlah hasil riset adalah bertahap dan berjenjang mulai dari yangsederhana/mudah kepada yang kompleks/rumit, dan keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh hak-hak hukumnya secaramaksimum dalam masyarakat. Center for Civic Education (CCE) dalam National Standards for Civics and Government (1997) mengembangkan sejumlahbahan ajar yang berkaitan dengan pendidikan hukum, antara lain meliputi:

(1) fungsi dan tujuan dari peraturan dan hukum,
(2) kedudukan hukum dalamsistem pemenntahan konstitusional,
(3) perlindungan hukum terhadap hak-hak ind.vidu,
(4) kriteria untuk mengevaluasi peraturan dan hukum
(5) hak warga negara, dan
(6) tanggung jawab warga negara.

Dengan menyimak paparan di atas maka pendidikan hukum hendaknya diarahkan pada pembelajaran materi hukum dan penegakan hukum. Pembelajaran tentang materi hukum bertujuan untuk membekali siswa dengan sejumlah pengetahuan tentang norma-norma hukum yang mempengaruhi kehidupannya sehingga tumbuh kesadaran hukum pada diri mereka yang pada gilirannya mereka dapat menampilkan kepatuhan secara sukarela dan sikap menghormati terhadap norma-norma hukum yang berlaku. Dipihak lain, pembelajaran tentang sistem peradilan dan lembaga-lembaga penegakan hukum diharapkan dapat membekali siswa dengan mekanisme, kelembagaan dan sistem peradilan dalam menegakkan norma-norma hukum.Keadaan hidup manusia dalam masyarakat modern dewasa ini berubah sangat pesat.oleh sebab itu, pembelajaran di abad sekarang ini hendaknya memperhatikan arus danlaju perubahan yang terjadi. Pembelajaran perlu membina pola berpikir, keterampilandan kebiasaan, yang terbuka dan tanggap, yang mampu menyesuaikan diri secaramanusiawi dengan perubahan. Kalau tujuan pembelajaran adalah menumbuhkan danmenyempurnakan pola laku, membina kebiasaan dan kemahiran menyesuaikan diridengan keadaan yang berubah-ubah maka metode pembelajaran harus mampumendorong proses pertumbuhan dan penyempurnaan pola laku, membina kebiasaan,dan mengembangkan kemahiran untuk menyesuaikan diri.Hal lainnya yang perlu diperhatikan sebagai prinsip pembelajaran adalah:

(1) tingkat kesulitan, dan
(2) tingkat kemampuan berpikir.

Tingkat kesulitan berkenaan dengan beban belajar (learning task), sedangkan tingkatkemampuan berpikir berkenaan dengan kemampuan kognitif siswa. Kemampuan berpikir, menurut sejumlah hasil riset adalah bertahap dan berjenjang mulai dari yangsederhana/mudah kepada yang kompleks/rumit.

Perlu di tegaskan lagi bahwa model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa belajar,terutama mendorong siswa berpikir adalah model pelajaran inkuri, mengapa ingkuri?model ini sangat ampuh merangsang siswa berpikir ( kritis, kreatif ,induktif, dedukif) inkuiri pada hakekatnya adalah bertanya atau mempertanyakan. Terhadap banyak ragam model pelajaran inkuiri dari mulai yang sederhana hinga yang kompleks.

Sumber http://smpn2rantauselamatatim.wordpress.com/?ref=spelling

terimakasih anda telah mengunjungi kami :

Contoh Proposal Penelitian Tindakan Sekolah

Contoh Proposal Penelitian Tindakan Sekolah
by liliskurniasih
Assalamualaikum … Wr Wb
Berbagai penelitian mungkin pernah kita lakukan, baik itu semasa kita kuliah dulu (Skripsi), Tesis juga Disertasi … ataupun ketika kita sudah menjadi guru yang lebih kita kenal dengan istilah “Penelitian Tindakan Kelas” (Classroom Action Research) tapi yang akan saya bahas kali ini adalah tentang pembuatan “Penelitian Tindakan Sekolah” … Sebuah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh tentang suatu model pembelajaran terhadap peningkatan mutu pendidikan di sebuah sekolah …
Saya tulis disini sebagai ungkapan rasa bahagia saya dan ucapan terima kasih atas kebersamaan yang pernah kami jalin ketika melakukan sebuah tugas … Untuk temanku Dra Tuty, juga Dwi Purniati,S.Pd … Secara pribadi saya ucapkan terima kasih atas kesempatan … kesabaran … keikhlasan … juga ilmu yang saya dapat ketika sama-sama mengerjakan ini … Semoga hal ini menjadi sebuah amal baik yang mendapat balasan dari Allah SWT … Amien …

Seperti biasanya sebelum melakukan sebuah penelitian maka kamipun membuat sebuah proposal, …
Contoh Proposal Penelitian Tindakan Sekolah … Semoga bermanfaat …
A. Judul Penelitian :
Penerapan …………………….. Untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran di …………
B. Bidang Kajian :
Bidang kajian yang akan diangkat pada penelitian tindakan sekolah ini adalah Model Pembelajaran ….
C. Latar Belakang Masalah (Pendahuluan) …
Sekolah merupakan lembaga formal yang berfungsi membantu khususnya orang tua dalam memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka. Sekolah memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap kepada anak didiknya secara lengkap sesuai dengan yang mereka butuhkan. Semua fungsi sekolah tersebut tidak akan efektif apabila komponen dari sistem sekolah tidak berjalan dengan baik, karena kelemahan dari salah satu komponen akan berpengaruh pada komponen yang lain yang pada akhirnya akan berpengaruh juga pada jalannya sistem itu sendiri. salah satu dari bagian komponen sekolah adalah guru.
Guru dituntut untuk mampu menguasai kurikulum, menguasai materi, menguasai metode, dan tidak kalah pentingnya guru juga harus mampu mengelola kelas sedemikian rupa sehingga pembelajaran berlangsung secara aktif, inovatif dan menyenangkan. Namun demikian, menurut Erman Suherman (http : educare.e-fkipunla.net), umumnya guru masih mendominasi kelas, siswa pasif ( datang, duduk, nonton, berlatih, …., dan lupa). Guru memberikan konsep, sementara siswa menerima bahan jadi. Masih menurut Erman Suherman, ada dua hal yang menyebabkan siswa tidak menikmati (enjoy) untuk belajar, yaitu kebanyakkan siswa tidak siap terlebih dahulu dengan (minimal) membaca bahan yang akan dipelajari, siswa datang tanpa bekal pengetahuan seperti membawa wadah kosong. Lebih parah lagi, siswa tidak menyadari tujuan belajar yang sebenarnya, tidak mengetahui manfaat belajar bagi masa depannya nanti.
Berdasarkan pengamatan penulis di …., terdapat beberapa kendala pada pembelajaran selama ini antara lain :
1. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep.
2. Siswa kurang aktif / siswa pasif dalam proses pembelajaran.
3. Siswa belum terbiasa untuk bekerja sama dengan temannya dalam belajar.
4. Guru kurang mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari.
5. Hasil nilai ulangan / hasil belajar siswa pada pembelajaran rendah.
6. KKM tidak tercapai.
7. Pembelajaran tidak menyenangkan bagi siswa.
8. Kurangnya minat siswa terhadap pembelajaran.
Sebagai pendidik, penulis melihat pembelajaran menjadi kurang efektif karena hanya cenderung mengedepankan aspek intelektual dan mengesampingkan aspek pembentukan karakter. Hal ini tentu suatu hambatan bagi guru. Namun penulis ingin mengubah hambatan tersebut menjadi sebuah kekuatan dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efisien sehingga nantinya akan mendapatkan hasil yang memuaskan.
Untuk menjawab hal itu, penulis mencoba memberi solusi kepada guru-guru untuk menerapkan pembelajaran ……….. dengan menyusun berbagai perangkat pembelajaran yang dibutuhkan seperti : RPP, alat peraga, teknik pengumpulan data, dan instrumen yang dibutuhkan untuk membantu guru dalam mengelola kelas dan mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan.
D. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut “Apakah Penerapan …… dapat Meningkatkan Mutu Pembelajaran Siswa ……. ”
2. Pertanyaan Penelitian
Secara operasional rumusan masalah di atas dapat dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Apakah penerapan ……. dapat meningkatkan mutu pembelajaran siswa …….. ?
2. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi guru dalam penerapan ……. ?
3. Bagaimana respon siswa terhadap penerapan …… pada pembelajaran di kelas?
E. Cara Pemecahan Masalah
PTS ini dilaksanakan.
Melaksanakan model pembelajaran ….. pada bidang studi Matematika, IPA, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia.
F. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui apakah penerapan ….. dapat meningkatkan mutu pembelajaran siswa ….
2. Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dihadapi guru dalam penerapan ….
3. Untuk mengetahui respon siswa di kelas terhadap penerapan ….. pada pembelajaran di kelas.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian tindakan sekolah ini, dilakukan dengan harapan memberikan manfaat bagi siswa, guru, maupun sekolah.
a. Manfaat bagi siswa :
1. Memperoleh pengalaman belajar yang lebih menarik.
2. Meningkatkan aktivitas siswa di dalam belajar.
3. Meningkatkan penguasaan konsep.
4. Menumbuhkan keberanian mengemukakan pendapat dalam kelompok/ membiasakan bekerja sama dengan teman
b. Manfaat bagi guru:
1. Memperoleh alternatif baru yang dapat diterapkan guru dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.
2. Memperoleh alternatif baru yang dapat diterapkan guru untuk peningkatan mutu pembelajaran.
c. Manfaat bagi sekolah :
1. Meningkatkan prestasi sekolah dalam bidang akademis.
2. Meningkatkan kinerja sekolah melalui peningkatan profesionalisme guru.
G. Hipotesis Tindakan
Hipotesis dalam penelitian tindakan ini adalah :
”Dengan menerapkan model pembelajaran ……. dapat meningkatkan mutu pembelajaran siswa ……”
H. Kajian Teori
Pada bagian ini, penulis bermaksud mengemukakan beberapa hal yang berhubungan dengan teori dan pengertian untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan PTS ini, sebagai gambaran yang tentu ada kaitannya dengan materi pembahasan. Isinya berupa teori-teori yang diambil dari berbagai sumber.
Metode berasal dari kata “Metho” yang berarti ‘melalui’ atau ‘melewati’, sehingga metode pengajaran berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu dalam hal ini tujuan pengajaran (Bambang Prawiro,1991). Jadi metode pengajaran merupakan suatu alat (di samping alat lain seperti alat penilaian, alat peraga) yaitu alat untuk menyampaikan bahan pelajaran dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran.
Semakin majunya ilmu tentang mengajar (Metodologi Pengajaran), maka ada kriteria jenis metode modern dan metode tradisional. Kriteria yang dipergunakan pada umumnya adalah keaktifan siswa, metode dan dasar psikologis dari metode-metode itu. Menurut W.Gulo (2002:1) bahwa metode pengajaran adalah berbagai metode pengajaran yang perlu dipertimbangkan dalam strategi belajar mengajar (W.Gulo,2002:1).
Secara umum metode-metode itu dapat digolongkan ke dalam 2 jenis (Bambang Prawiro,1991)
1. Metode interaksi secara individual.
2. Metode interaksi secara kelompok.
Program pengajaran adalah perangkat kegiatan belajar-mengajar yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang kita sebut dengan tujuan instruksional (W.Gulo,2002:1). Sehingga, dibutuhkan suatu perencanaan dalam pelaksanaan program suatu program pengajaran.
Definisi dari Prof. Dr. De Queljy dan prof. Gazali MA, pembelajaran adalah menanamkan pengetahuan pada seseorang dengan cara paling singkat dan tepat. Dalam hal ini pengertian waktu yang singkat sangat penting. Guru kurang memperhatikan bahwa diantara murid ada perbedaan individual, sehingga memerlukan pelayanan yang berbeda-beda. Bila semua murid dianggap sama kemampuan dan kemajuannya, maka bahan pelajaran yang diberikanpun akan sama dengan kenyataan.
Sedangkan karakter artinya kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi (Hornby dan Panwell,1972:49). Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian (Kamisa,1997:281).
Dalam Dorland’s Pocket Medical Dictionary (1968:126) dinyatakan bahwa karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu. Di dalam kamus psikologi dinyatakan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang; biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat relative tetap (Dali Gulo,1982:29).
Dan dapat dinyatakan bahwa karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang membedakan dengan individu lain (M. Furqon,2009:9).
A. Pengertian ……….. :
……………………………………………………………………………………………..
Belajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib dilakukan dan diberikan seorang guru kepada anak didik. Karena ia merupakan kunci sukses untuk menggapai masa depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi. Yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien dalam pendidikan yang berkarakter adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan menyenangkan dan tidak membosankan.
………………………………………………………………………
B. Manfaat …………………………….. :
1. Penerapan ……………… dapat meningkatkan …………..
2. Dasar sosial ……… adalah keterlibatan; dasar pendidikan ……….. adalah perbaikan atau peningkatan mutu.
C. Tahapan …………. :
1………………………
2 ……………………..
Gambar 2.2 Rancangan ……………………. :
D. Langkah-langkah Pelaksanaan …………… :
1 …………………………………………..
2 …………………………………………..
E. Model Pelaksanaan ……….. :
1. ……………………………………………
2. …………………………………………..
I. Metodologi Penelitian :
I. Setting Penelitian :
Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMP N 9 Cimahi kelas VIII tahun pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 455 orang, terdiri dari 198 siswa laki-laki 257 siswa perempuan. Karakteristik subjek penelitian : kelas VIII mempunyai karakteristik prestasi yang sangat heterogen.
Faktor yang Diamati
Untuk menjawab pertanyaan yang dirumuskan dalam penelitian ada beberapa faktor yang akan diteliti, yaitu :
1. Faktor hasil kegiatan berupa nilai siswa
2. Faktor guru, mengamati aktivitas guru-guru selama melaksanakan ……. yaitu bagaimana guru membuat skenario pembelajaran dan menentukan topik yang sulit bagi anak tetapi akan menarik pada saat disajikan di kelas
3. Faktor siswa, bagaimana respon siswa pada saat melaksanakan pembelajaran dengan ……. yang ditunjukkan dengan hasil angket.
II. Prosedur Penelitian
Penelitian ini tergolong Penelitian Tindakan Sekolah, Dengan empat langkah pokok yaitu : Perencanaan tindakan, Pelaksanaan tindakan, Pengamatan (observasi), dan Refleksi, dengan melibatkan 76 orang guru SMPN 9 Cimahi. Penelitian dilakukan dua tahapan secara berkelanjutan selama 7 bulan. Indikator kinerja yang ditetapkan adalah peningkatan mutu pembelajaran dilihat dari hasil evaluasi, respon siswa terhadap pembelajaran dan keaktifan guru dalam kelompok MGMP SMPN 9 Cimahi. Aspek yang diukur dalam observasi adalah antusiasme guru SMPN 9 Cimahi terhadap ………. , interaksi guru dengan kepala sekolah, interaksi dengan guru dalam MGMP, kerja sama kelompok, aktivitas dalam diskusi kelompok.
1. Perencanaan Tindakan
a) Pemilihan topik
b) Melakukan review silabus untuk mendapatkan kejelasan tujuan pembelajaran untuk topik tersebut dan mencari ide-ide dari materi yang ada dalam buku pelajaran. Selanjutnya bekerja dalam kelompok untuk menyusun rencana pembelajaran.
c) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
d) Merencanakan penerapan pembelajaran
e) Menentukan indikator yang akan dijadikan acuan
f) Mempersiapkan kelompok mata pelajaran
g) Mempersiapkan media pembelajaran.
h) Membuat format evaluasi
i) Membuat Format Observasi
j) Membuat angket respon guru dan siswa
2. Pelaksanaan Tindakan
Menerapkan tindakan sesuai dengan rencana, dengan langkah-langkah:
1. Setiap tim yang telah menyusun rencana pembelajaran menyajikan atau mempresentasikan rencana pembelajarannya, sementara kelompok lain memberi masukan, sampai akhirnya diperoleh rencana pembelajaran yang lebih baik.
2. Guru yang ditunjuk oleh kelompok menggunakan masukan-masukan tersebut untuk memperbaiki rencana pembelajaran.
3. Guru yang ditunjuk tersebut mempresentasikan rencana pembelajarannya di depan kelas dan semua anggota kelompok ………… untuk mendapatkan umpan balik.
3. Pengamatan (observasi)
1. Observer melakukan pengamatan sesuai rencana dengan menggunakan lembar observasi
2. Menilai tindakan dengan menggunakan format evaluasi.
3. Pada tahap ini seorang guru melakukan implementasi rencana pembelajaran yang telah disusun, pakar dan guru lain melakukan observasi dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan. Selain itu dilakukan pemotretan yang meng-close up kejadian-kejadian khusus selama pelaksanaan pembelajaran.
4. Refleksi
1. Pertemuan refleksi segera dilakukan secepatnya setelah kegiatan pelaksanaan pembelajaran, untuk memperoleh masukan dari guru observer, dan akhirnya komentar dari dosen atau pakar luar tentang keseluruhan proses serta saran sebagai peningkatan pembelajaran, jika mereka mengulangnya di kelas masing-masing atau untuk topik yang berbeda.
2. Mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan dan mendiskusikan tindakan bersama dengan pengamat/observer.
3. Kesan penyaji/guru model tentang cara/strategi pembelajaran yang telah dilakukan.
4. Tanggapan-tanggapan observer yang difokuskan pada pembelajaran siswa.
5. Tanggapan balik dari penyaji/guru model.
6. Kesimpulan dan saran untuk perbaikan pada tahap berikutnya.
Penelitian tindakan sekolah ini berhasil apabila :
1. Peningkatan nilai rata-rata siswa kelas VIII dari 4 mata pelajaran (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan IPA) :
Peningkatan nilai rata-rata 5.
2. Tingkat Aktivitas Siswa dalam PBM :
Tingkat keaktifan siswa dalam PBM dinilai berhasil apabila masing-masing aktivitas yang menunjang keberhasilan belajar persentasenya di atas 70 %.
3. Keterlaksanaan langkah-langkah dalam ……… ≥ 80 %.
III. Data dan pengambilan Data
No Sumber Data Jenis Data Teknik Pengumpulan Instrumen
1. Guru Langkah-langkah pembelajaran Observasi dan pemotretan Pedoman observasi KBM dan camera
2. Siswa Hasil nilai ulangan mid semester ganjil dan genap pada 4 pelajaran, yaitu : B Indonesia, B Inggris, Matematika dan IPA Melaksanakan evaluasi tahapan 1
Melaksanakan evaluasi tahapan 2 Soal mid semester ganjil
Soal mid semester genap
3. Guru Keterlaksanaan penerapan …….. Observasi Pedoman keterlaksanaan penerapan …
4. Guru Respon guru terhadap penerapan …….. Penyebaran angket Angket respon guru
5. Siswa Respon siswa terhadap penerapan …… Penyebaran angket Angket respon siswa
J. Indikator Keberhasilan
Penelitian tindakan sekolah ini berhasil apabila :
1. Peningkatan nilai rata-rata siswa kelas VIII dari 4 mata pelajaran (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan IPA) :
Peningkatan nilai rata-rata 5.
2. Tingkat Aktivitas Siswa dalam PBM :
Tingkat keaktifan siswa dalam PBM dinilai berhasil apabila masing-masing aktivitas yang menunjang keberhasilan belajar persentasenya di atas 70 %.
3. Keterlaksanaan langkah-langkah dalam …… ≥ 80 %.
K. Tim Peneliti dan Tugasnya
1. Peneliti
Nama :
N I P :
Jabatan :
Unit Kerja :
2. Anggota Peneliti
Nama :
Jabatan :
Unit Kerja :
L. Jadwal penelitian
No Jenis Kegiatan Bulan/Minggu ke/Tahun
1. Penyusunan Proposal
2. Analisis Pokok Bahasan dan Media
3. Mendisain Model Pembelajaran
4. Pelaksanaan PBM
5. Evaluasi Hasil Belajar Siswa
6. Pelaksanaan PBM dengan …
7. Workshop …
8. Evaluasi Proses Pembelajaran
9. Analisis Hasil Evaluasi
10. Penyusunan Laporan
M. Daftar Pustaka
http ://educare.e-fkipunla.net (Jurnal Pendidikan & Budaya)/maret 2009/Pendekatan Kontekstual dalam pembelajaran Matematika/Erman Suherman
http ://re-searchengines.com/1207trimo1.html Penelitian Tindakan Kelas
Ruseffendi, (2001). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika. Bandung : Modul
S Syaodih Nana, (2006). Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah(konsep,prinsif, dan instrumen). Bandung : Aditama.
Sudrajat Akhmad. Pendekatan Pembelajaran
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Wahyudin. (2002). Kapita Selekta Matematika Sekolah, JICA UPI
dll …